Twitter Please Do Your Magic: Kasus Kehilangan Hingga Kekerasan Seksual
Ilustrasi (Cahunsoedcom / Nadinta Zulfa) |
Tak bisa
dipungkiri, media sosial sebagai ruang publik kini sudah menjadi bagian dalam
kehidupan sehari-hari manusia. Media sosial tersebut
beragam jenisnya seperti Twitter, Instgram, Snapchat, Facebook, TikTok dan lain sebagainya. Melalui media sosial,
masyarakat bebas berekspresi asalkan tidak melanggar hukum yang telah dibuat oleh negara. Di
Indonesia sendiri, penggunaan media sosial hingga
transaksi elektronik telah diatur
dalam Undang-Undang
Informasi dan Telekomunikasi atau biasa dikenal dengan UU ITE.
Saat ini, media
sosial pun mudah diakses dengan syarat adanya gawai yang menunjang dan koneksi jaringan
yang stabil. Media sosial lambat laun dapat menjadi dunia riil yang terbatas hanya pada konektivitas jaringan saja. Tak
jarang pengguna media sosial berkeluh kesah, hingga meminta saran dari
teman-teman melalui media sosialnya. Selain itu, media sosial juga menggambarkan
realitas atas suatu kejadian dengan lebih nyata. Kejadian maupun informasi tersebut
menyebar luas dengan sangat cepat di media sosial. Platform media sosial
Twitter menjadi salah satu yang menyebar kejadian maupun informasi dengan
sangat cepat.
Seperti halnya istilah
“Twitter Please Do Your Magic” yang kerap menjadi perbincangan di
Twitter. Uniknya, walau belum mengenal secara langsung antar akun, pengguna Twitter justru dapat saling membantu. Twitter dapat menjadi sarana manusia untuk menumbuhkan rasa simpati dan empati.
Penulis sempat melihat laporan
warganet di sebuah
thread Twitter
pada hari Selasa 12 Oktober 2021 mengenai
adiknya yang telah hilang selama lima tahun. Kemudian, warganet bersimpati dan
berbondong-bondong membantu dengan memberi like, retweet, komentar
dan menaikkan tagar hingga viral. Ajaibnya, tak selang lama adik tersebut—yang
merupakan tunawicara—berhasil ditemukan.
Munculnya Istilah Delik Viral
Tak hanya sebagai
sarana untuk saling membantu, kini media sosial juga menjadi alat kontrol bagi
masyarakat terhadap pemerintah seperti halnya dalam upaya penegakkan hukum.
Dalam praktik penegakkan hukum pidana, terdapat istilah delik aduan dan delik
biasa. Menurut Drs. P.A.F. Lamintang, delik aduan merupakan tindak pidana yang
hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan. Sedangkan,
delik biasa merupakan tindak pidana yang dapat dituntut tanpa diperlukan adanya
suatu pengaduan.
Lalu, apa maksud
dari delik viral?
Delik viral muncul
sebagai istilah satire yang dipakai warganet untuk menggambarkan keadaan
belakangan ini. Untuk memperoleh perhatian dari pemerintah, masyarakat cenderung
memilih untuk melaporkan masalahnya melalui jalur delik viral ketimbang delik aduan.
Kebanyakan laporan dari delik viral ini mendapat respon baik dan cepat dari
pemerintah.
Seberapa Besar Pengaruh Media Sosial
terhadap Laporan Kasus Hukum?
Sebagai alat
kontrol terhadap penegakkan hukum, media sosial memiliki pengaruh besar
terhadap beberapa laporan di media sosial yang kemudian diusut menjadi kasus
hukum. Jenis laporan yang ada di media sosial beragam seperti kasus kehilangan,
penipuan, kejahatan, kekerasan seksual, dan lain sebagainya. Permasalahan dalam
laporan tersebut yang banyak menyita perhatian warganet yaitu kasus kekerasan
seksual. Salah satu kasus kekerasan seksual yang baru-baru ini ramai yaitu pada
awal Desember 2021. Kasus seorang mahasiswi yang awalnya diduga meninggal
karena bunuh diri, ternyata merupakan seorang korban kekerasan seksual.
Terungkapnya
sebagai kasus kekerasan seksual dimulai ketika seorang teman korban menuliskan thread
di Twitter bahwa korban bunuh diri bukan karena depresi akibat ayahnya yang
telah meninggal tetapi karena depresi mengalami kekerasan seksual oleh
pacarnya. Singkat kronologinya, thread tersebut ramai dan tagar
kekerasan seksual menjadi viral. Thread ini dibanjiri komentar warganet
yang mendukung dan menyemangati korban. Akhirnya, laporan teman korban tersebut
menjadikan pacar korban sebagai tersangka dan diancam hukuman pidana. Kasus ini
menjadikan banyak korban pelecehan seksual lain yang mulai ikut bersuara untuk
mengungkapkan kebenaran, maka perlu kita hargai dan patut apresiasi karena
keberanian para korban ketika speak up mengenai permasalahannya.
Sementara itu, laporan
kasus kekerasan seksual melalui media sosial di ranah kampus semakin marak.
Seperti halnya kasus pelecehan seksual yang baru-baru ini menghebohkan di
Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Lagi dan lagi, kabar itu pertama kali
mencuat di media sosial Twitter pada hari Rabu 8 Desember 2021 melalui akun
@Unsoedfess1963. Kasus tersebut membuat geram warganet hingga akhirnya terdapat
foto seseorang yang diduga sang pelaku tersebar di Twitter. Hal tersebut juga
dianggap sebagai wujud sanksi sosial bagi pelaku yang bertujuan memberikan efek
jera dan rasa malu karena telah melanggar norma di masyarakat.
Dengan demikian, media sosial menjadi wadah bagi para korban dari kasus kehilangan, penipuan, kejahatan, kekerasan seksual, dan lain sebagainya yang mulai memberanikan diri untuk speak up tentang kejadian yang dialaminya. Alasan korban memilih speak up hingga viral daripada melaporkan terhadap pihak berwajib karena korban merasa mendapat dukungan dan perhatian besar dari masyarakat, sehingga kasus dapat segera ditindaklanjuti. Bisa jadi jika korban menghadapi ini sendirian, belum tentu laporan korban akan cepat ditindaklanjuti.
Penulis: Naufal Diandra Hidayatullah
Editor: Laely Arifah Zannuba, Silvia Sulistiara
*) Opini kolumnis ini adalah
tanggungjawab penulis seperti tertera
Referensi:
https://bekasi.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-122800571/lapor-polisi-tak-ada-hasil-kakak-ini-akhirnya-temukan-adiknya-yang-hilang-5-tahun-berkat-warganet-twitter?page=3
(Diakses:
8 Desember 2021)
https://advokindo.com/cara-membedakan-delik-aduanklacht-delict-dan-delik-biasagewone-delicten-dalam-perkara-hukum-pidana/
(Diakses: 8 Desember 2021)
https://powercommerce.asia/platform-media-sosial-dan-segmentasinya/
(Diakses: 12 Desember 2021)
Posting Komentar untuk "Twitter Please Do Your Magic: Kasus Kehilangan Hingga Kekerasan Seksual"