Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

22 Tahun Berjualan di Depan FISIP, Pak Hadi Kini Dilarang Berjualan Lagi

Ilustrasi Pak Hadi Berjualan (Cahunsoedcom)

Nasib pilu dialami oleh Nadu Hadi Suwito (49) yang kerap disapa Pak Hadi, pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di tepi Jalan Kampus tepatnya di depan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman. Pak Hadi, selaku penjual kopi dan gorengan, sudah tidak dapat lagi berjualan seperti biasa sejak dilarang oleh Satpol PP pada Februari lalu. 

Pak Hadi telah berjualan di depan FISIP selama 22 tahun. Sebagai pedagang yang telah berjualan puluhan tahun, Pak Hadi memiliki banyak pelanggan setia bahkan banyak dikenal dan akrab dengan para mahasiswa serta alumni. 

Dilarang berjualan sejak Februari

(Cahunsoedcom)

Berdasarkan keterangan Pak Hadi, awalnya Satpol PP datang memperingatinya dan memberikan waktu 3 hari untuk tidak lagi berjualan di tepi Jalan Kampus depan FISIP pada bulan Februari lalu. Seminggu kemudian, Satpol PP gabungan kembali menghampiri Pak Hadi yang masih nekat berjualan. Sempat terjadi perdebatan antara Satpol PP dan Pak Hadi, sebelum akhirnya Satpol PP mengangkut lapak dagangannya. Tindakan Satpol PP dilakukan atas dasar Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No. 4 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima pasal 6 ayat 1.

Pak Hadi sangat kecewa, lantaran selama berjualan ia selalu membayar iuran bulanan sejumlah Rp10.000 untuk RT setempat dan Rp10.000 lagi untuk paguyuban PKL. Ia juga telah mengantongi Kartu Izin Dagang dari Kelurahan Grendeng yang telah ia peroleh sejak tahun 1999. Ketika menunjukkan kartu izin dagang tersebut, Satpol PP menolak dengan alasan trotoar depan FISIP tidak masuk dalam wilayah Kelurahan Grendeng melainkan Kelurahan Pabuaran. Pak Hadi mengaku kecewa karena tidak adanya koordinasi dari pihak kecamatan atau kelurahan kepadanya terkait perizinan ini. “Kenapa saya dapat izin dari Kelurahan Grendeng kalau memang bukan area Kelurahan Grendeng melainkan Pabuaran,” keluhnya ketika diwawancarai pada Senin (16/5/2022). 

Ketika melakukan penggusuran kepada Pak Hadi, Satpol PP mengaku bergerak atas dasar laporan yang mereka terima dari FISIP, tetapi tidak dapat menunjukkan bukti surat laporan resmi dari FISIP ketika Pak Hadi memintanya. “Mereka cuma bilang berdasarkan laporan dari pihak fakultas, tetapi tidak menunjukkan bukti surat laporan dari FISIP,” ungkap Pak Hadi. 

Di sisi lain, Dekan FISIP Unsoed, Wahyuningrat, mengaku sama sekali tidak mengeluarkan laporan apapun terkait para PKL di trotoar depan gedung FISIP. “Saya atas nama dekan belum pernah lapor sama sekali. Fakultas secara resmi tidak pernah melapor, tapi saya tidak tahu kalau ada yang melapor ke Satpol PP dan kemudian Satpol PP menindaklanjuti, ya salah juga Satpol PP kalau hanya dasarnya complain tanpa ada dasar yang jelas,” tuturnya ketika diwawancarai pada Rabu (25/5/2022).

Wahyuningrat juga menjelaskan bahwa FISIP tidak memiliki kewenangan terhadap lahan di luar pagar FISIP. “Penataan PKL di depan gedung FISIP itu sebenarnya bukan kewenangan FISIP karena lahannya itu punya Kabupaten Banyumas. Semua badan jalan dan tepian badan jalan itu adalah milik pemerintah Kabupaten Banyumas, bukan milik FISIP. Jadi, kewenangan penataan PKL, saya kira itu sudah diatur oleh pemerintah daerah di dalam perda terkait zonasi penataan PKL,” jelasnya. 

“Sekarang kan sudah ada perda PKL dan zonasi PKL. Saya juga tidak menyalahkan kepada pemda karena itu kewenangannya dan pasti ada dasarnya, mungkin zonasinya bukan di situ. Yang saya sesalkan mestinya pemda tidak sekadar menggusur tapi juga menempatkan kembali,” tambahnya. 

Dekan menawarkan Pak Hadi untuk berjualan di kantin FISIP

(Cahunsoedcom)

Atas bantuan dari salah seorang mahasiswa, Pak Hadi dapat bertemu langsung dengan dekan. Kepada dekan, Pak Hadi meminta untuk diberi izin berjualan di dalam kampus yang berlokasi dekat pinggir jalan, tetapi tidak dapat dikabulkan karena lokasi yang diminta Pak Hadi bukan tempat untuk berjualan. Dekan kemudian menawarkan Pak Hadi untuk berjualan di kantin FISIP, namun karena kendala biaya sewa Pak Hadi tidak mampu menyanggupi.

“Pak Hadi penginnya jualan di dalam kampus tapi di pinggir yang deket jalan, ya tidak bisa. Di dalam ada penataannya, jika mau jualan di dalam kampus ya harus di kantin. Tapi beliau mengeluh nanti sewanya bagaimana, tapi nanti kan bisa coba diusulkan keringanan, saya bisa memahami ketika dia disuruh pergi betapa sakitnya dan ketika beliau meminta berjualan di kampus ya silakan tapi di kantin, nanti kita tata. Itu solusi yang saya berikan padanya saat itu,” ujar Wahyuningrat

Memiliki tanggungan sebagai kepala keluarga 

Sangat bergantung dari penghasilan yang didapat dari berjualan, penggusuran yang dialaminya jelas membuat Pak Hadi kehilangan sumber penghasilan. Sebagai kepala keluarga, ia harus mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Ia memiliki seorang istri dan dua anak yang harus ditanggungnya. 

Selain itu, Pak Hadi juga harus menanggung biaya kuliah kedua anaknya. Anak pertamanya sedang menyelesaikan studi S1 sementara anak keduanya akan masuk kuliah pada tahun ini. Ia mengaku bingung bagaimana membiayai kuliah kedua anaknya sementara ia sudah tidak lagi berjualan. Beban berat sedang dipikulnya, tetapi nasib pilu justru ditemuinya.

Pak Hadi kini bekerja serabutan

(Cahunsoedcom)

Kini, Pak Hadi bekerja serabutan, mulai dari ikut proyek mengecat, menawarkan jasa membersihkan rumput, jasa membersihkan rumah atau kamar kost, menjadi tukang ojek, bahkan calo kost. 

Sampai saat ini Pak Hadi masih berharap agar dapat kembali berjualan di sekitar FISIP. “Harapan saya kalau bisa ya bisa jualan lagi di lingkungan sekitar situ saya bersyukur. Itu harapan saya yang pertama, ingin saya jualan lagi di sana. Kalau sudah tidak bisa dibantu, ya saya mau bagaimana lagi,” ucapnya.


Reporter: Insi Faiqoh S., Fadhila Laela putri

Penulis: Insi Faiqoh S.

Editor: Ardi Dwi Ramadhan, Silvia Sulistiara 


Posting Komentar untuk "22 Tahun Berjualan di Depan FISIP, Pak Hadi Kini Dilarang Berjualan Lagi"