TOPENG
Oleh: Maulida Larasati
Langkah
pertama menjajaki kampus baru, telah banyak lalu lalang orang yang menawan di
depan mataku. Cantik dan tampan, kelihatan baik, berwibawa, bijaksana. Tentu
saja keren dan gaul, tidak akan hal yang cacat dalam setiap hiasan wajah setiap
elemen yang kulihat hari ini, semua sempurna. Hari ini memang pertama kali aku menjajaki
kampus baru. Tapi, aku akan menjadi bagian diantara banyak elemen menawan itu.
Dan itu akan membuatku menjadi sempurna.
“hey,
kamu kesini,” panggil seseorang dengan sedikit berteriak, dari depan sebuah
ruangan bercat hijau muda. Merasa terpanggil akupun menghampiri pria yang
terlihat telah berumur, dan mengikutinya masuk ke sebuah ruangan.
“Ini,
kamu mau pilih yang mana?” Suara serak dari mulut lelaki itu, memberiku banyak pilihan
wajah yang berbeda dari topeng di atas meja. Aku hanya terdiam. Diam untuk
waktu yang lama. Akhirnya, aku memilih satu topeng cantik berhiaskan hiasan
cemerlang, dengan raut muka manis yang tidak mempunyai cacat sedikitpun.
Kupakai topeng tersebut atas instruksi lelaki itu, dan akupun masuk ke dalam
ruang kuliah baru yang telah kupilih.
Masuk
ruang kuliah, aku kembali melihat banyak wajah sempurna di depan mataku, apa
aku telah sama seperti mereka? Apa aku sudah terlihat sempurna? Segera setelah
aku duduk di bangku nomor 3 dari depan dan paling kanan, pengajar masuk ke
dalam kelas.
“Oke,
sekarang kalian keluar dan masuk dengan berjongkok!”Perkataan dari pengajar,
membuatku tersentak kaget, tetapi aku tetap mengikuti apa yang diperintahkan.
Aku dan yang lain keluar ruangan, dan masuk lagi dengan berjongkok! Hatiku
menggerutu, dan hanya bisa mengumpat tanpa suara. Aku bahkan tidak tahu apa
yang aku lakukan, apa yang aku dapatkan dengan melakukan hal tersebut. Tetapi
aku dan yang lain tetap melakukannya, meski hal itu selalu terjadi berulang kali.
Disaat
terdengar obrolan ‘aku engga mau, aku tidak mau’, disaat itu pula semua terus
mengerjakan apa yang diinginkan pengajar. Tanpa berani berkata apapun, atau
lebih tepatnya topeng ini yang berusaha menutup mulutku. Menggantikannya dengan
senyum manis yang terlihat seperti ‘aku anak rajin, yang akan selalu menuruti
apapun, baik salah atau benar’. Hal-hal semacam itu? Otak bodohku ini hanya
terus berkecamuk, tanpa mengeluarkan secuil suarapun dari balik topengku yang
sempurna.
Kuliah
selesai, aku segera keluar ruangan, menuju ke tempat dimana pertama kali
kudapatkan topeng sempurna itu. Tetapi
ruangan itu menghilang. Cat warna hijau yang kulihat telah berganti menjadi
ruangan bercat putih yang kosong. Segera kutarik topeng di wajahku, tetapi
sakit.
“aaaaarrrrrrgggghhh”,
aku memukulnya dengan tanganku, tapi aku hanya menyakitiku wajah dan tanganku
sendiri. Topeng ini tidak bisa terlepas. Semakin kutarik, semakin merekat pada
kulit. Aku hanya bisa menangis melihat topeng yang kupakai dengan wajah
sempurnanya pada jendela ruangan bercat putih.
Tetapi,
sekilas kulihat seseorang tanpa topeng, aku segera berbalik dan mengejarnya.
Wajahnya tidak sempurna, tetapi terlihat kesempurnaan dibalik matanya yang
tentu saja berasal dari wajah yang tidak bertopeng. Dia berhenti begitu melihatku
mengejarnya, dan menatapku lama.
“Jangan
tanya bagaimana melepasnya, itu pilihan yang harus dipilih dengan tegas,”
Katanya dengan tegas sambil berlalu dari hadapanku. Bahkan sebelum aku bertanya.
Aku
kembali termenung, menatap wajahku dengan marah. Saat itu juga aku akhirnya
mengerti, jika aku tidak bisa melepas topeng ini, maka akulah yang harus mengubah
wajahku agar topeng ini mengikutiku. Semua yang yang telah diambil, harus
diatasi dan dicari tahu setiap sebab dan akibat yang akan terjadi. Akhirnya aku
mengambil nafas panjang. Sambil berjalan
pelan menuju ruang kuliahku, aku tersenyum, tersenyum dibalik topeng.
Sepertinya, aku sudah tau apa yang akan kulakukan di kelas nanti.
*) Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2013, Anggota Teater SiAnak FISIP Unsoed
Posting Komentar untuk "TOPENG"