LIPUTAN KHUSUS
Sebelumnya Rampok Di Tengah Resepsi Pernikahan
Sebelum Mendoan Menjadi Tempe
Oleh: Alexander Agus Santosa
Ini
bukan pertempuran umat manusia melawan decepticon. Bukan pula kisah perjuangan John
Connor menghancurkan Terminator. Bukan lain hanya sebuah permainan Bawor
melawan orang-orang kantor
Adit |
Sore itu seorang anak berusia lima
tahun sedang bermain girang di samping air mancur yang terpampang persis di
depan alun-alun. Adit besama seorang temannya berlarian saling berkejaran
menembus hembusan air itu. Disampingnya seorang ibu memantau anaknya, ia
terlihat berlari kecil menghindar dari cipratan air yang tercecer. Dirinya
sibuk memanggil-manggil nama anaknya di kerumanan itu, untuk mengingatkan
supaya mendekat. Tangan kirinyanya memegang semangkuk nasi bercampur sayur
lodeh yang sudah dingin. Kala adit mendekat, tanpa mengucapkan apapun, tangan
kananya langsung menyuapkan saja sesendok panganan ke mulut si anak. Hesti terus
memantau anaknya yang langsung berlari ke arah teman-temannya setiap kali
mulutnya mendapatkan sesuap nasi. Di sekelilingnya ia melihat anak-anak lain
yang juga berlarian bermain air. Sesekali matanya melihat kearah seberang
jalan.
Melirik bangunan besar yang sudah
melibihi tinggi pendopo dan tiang bendera, meski belum jadi. “Kayane bakal gede
ya mas, jarene nganti lantai pitu apa ya?” kata Hesti kepada Cahunsoed.com. Di depan alun-alun
persis, satu arah pandangan di depan Pendopo Si Panji sedang di bangun sebuah
bangunan mall yang menurut kabar menjadi mall terbesar se-Jawa Tengah. Pembangunan
mall ini sudah di rencanakan sejak 2007, peletakan batu pertamanya dilakukan oleh
sang Bupati, Mardjoko pada tahun 2012. Semenjak
peletakan batu pertama mall ini, pro-kontra banyak bermunculan.
Salah satu yang menolak pembangunan
mall ini, datang dari Dosen Teknik Sipil Universitas Wijayakusuma, Indrayana
Gandadinata. Ia berpendapat posisi mall yang berada persis di depan alun-alun
dapat merusak nilai-nilai budaya Jawa. Identitas pendopo sebagai simbol
persinggahan dan kekuasaan bupati akan sirna dikalahkan oleh nilai dari
bangunan lain. “Semua pendopo jawa bagian utara menghadap ke utara, yang di
selatan ya menghadap ke selatan. Di komplek alun-alun tidak boleh ada bangunan
yang lebih tinggi daripada pendopo,” kata Indrayana saat di wawancari Cahunsoed.com di rumahnya, beberapa
waktu lalu. “Salah besar bila di depan Pendopo Si Panji yang menghadap ke laut
di halangi oleh bangunan perbelanjaan seperti itu, ke-sakral-an alun-alun bisa
hilang,” katanya.
Pria lulusan Univeristas Trisakti dan
Universitas Diponegoro ini juga mengatakan, ada penyimpangan wewenangan dalam
pembangunan mall ini. Pada Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas nomor 6 tahun
2002 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) dengan Kedalaman Rencana
Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Purwokerto. Pada pasal 30 ayat 5 disebutkan bila
semua bangunan yang berada di kawasan alun-alun tingginya tidak boleh lebih
dari tiga lantai. “Lah ini kok sampai dua belas lantai,” kata Indra.
Menurut Pakar Tata Ruang Kota Eyang
Nardi yang sudah lama mengamati perkembangan kota Purwokerto berpendapat bila pembangunan
Rita Supermall menyalahi aturan.
Ia mengatakan bila pemerintah tidak menjalankan
amanat yang tercantum dalam perda nomor 6. Menurutnya pemerintah saat ini lebih
bersikap menganulir perda yang telah ada. Hal itu dibuktikan dari keluarnya
peraturan bupati banyumas yang mengijinkan berdirinya bangunan yang lebih
tinggi dari aturan dalam perda. “Terus dibuat peraturan bupati untuk mengatur
ketinggiannya, kan itu ngga bener,” katanya.
Ketoprak Sanggar Mandala |
Di ruang tamu rumahnya yang terletak di
Jalan HR.Boenyamin beberapa waktu yang lalu Eyang Nardi juga mengatakan, selain
Rita Supermall pembangunan di Purwokerto tidak ada rencana dan evaluasi yang
matang. Semuanya terkesan asal-asalan. Ia mencontohkan pada pembahasan naskah
akademik dalam setiap penggodokan peraturan daerah. Lampiran naskah akademik
yang ada menurutnya belum bisa digunakan sebagai acuan yang matang. “Banyak
yang tidak tertulis dalam naskah akademik, seperti sektor formal dan informal,”
kata Pria berusia 71 tahun ini.
Idealnya
pembangunan sebuah kota yang baik menurut Eyang Nardi harus memperhatikan sektor
formal dan informal. Sektor formal yakni bangunan formal seperti perkantoran,
gor, pusat perbelanjaan. Sedangkan pedagang kaki lima, warung tenda, dan pedagang
asongan masuk kedalam sektor informal. “Di Indonesia model kotanya twin land,
karena masyarakat kita memang kondisinya seperti itu. Dan antara sektor
formal-informal memang berdampingan,” kata Eyang Nardi.
Menurut Eyang Nardi pembangunan Purwokerto
saat ini harus lebih serius. Ditambah lagi tentang wacana pemerintah yang
menjadikan Purwokerto sebagai pusat kegiatan nasional. Model pembangunan yang
salah dapat membuat Purwokerto menjadi kota yang tidak nyaman. “Jangan terpaku
pada pembangunan hotel dan pusat perbelanjaan saja, pembangunan jalan dan serta
pelindungan cagar budaya juga penting,” katanya.
Sudah
Terlalu Banyak Toko Modern dan Hotel
Nadia Nurfadma, mengatakan Purwokerto dalam
benaknya yakni kota yang nyaman, tenang, dan murah. “Tidak ada kota yang
seperti ini,” kata perempuan berusia 26 tahun ini saat dimintai pendapatnya
tentang Purwokerto. Melihat suasana dan kondisinya kini, Purwokerto sebagai
kota yang dikenangnya tak perlu memperbanyak mall atau pun hotel. “Hotel dan mall
itu kan buat pendatang, orang asli sini ya sebenernya tidak terlalu butuh,”
katanya.
papan iklan di Jl. HR. Bunyamin |
Mengenai hotel, Wakil Ketua Perhimpunan
Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Eko Yunianto, dalam wawancara dengan Cahunsoed.com di tempat kerjanya, berujar
bila Purwokerto sudah mempunyai hotel yang banyak. Munculnya wacana pembangunan
hotel-hotel baru di Purwokerto akan menambah ruwet masalah saja. “Tidak perlu
manambah hotel lagi. Kalo hotelnya banyak akibatnya penjualan kamar jadi
dipermainkan, biarkan hotel-hotel yang sudah ada di manage dengan baik,” kata
pria asli Banyumas ini.
Sementara itu, pendapat lain dikatakan
oleh Makinu Amin saat ditemui oleh Cahunsoed.com
di angkringan stasiun timur. Menurut mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas
Wijayakusuma ini, pembangunan semacam itu wajar saja terjadi di kota yang
sedang berkembang. Menurutnya dengan hadirnya pusat perbelanjaan di Purwokerto dapat
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
“Menurut saya mall, cafĂ©, dan hotel
memang perlu di kota yang sedang berkembang seperti Purwokerto”, kata Amin. Namun
Pria asli Karanglewas ini mewanti-wanti agar pembangunan di Purwokerto seimbang
dengan budaya dan kearifan lokal yang telah ada. Menurutnya nilai tradisional
dan modernitas harus terus berdampingan. Salah sedikit, kenyamanan yang ada di Purwokerto
bisa hilang perlahan. “Bayangin kalau Purwokerto jadi macet, panas, dan
semrawut. Kita semua bakal kena, bahkan pemerintah dan kaum pendatang juga kena,”
katanya.
Senada dengan Amin. Bagi penjual
makanan seperti Anton, ia mengaku kurang setuju dengan pembangunan mall yang
dirasa terlalu menyudutkan pedagang kaki lima seperti dirinya. Namun apa daya Pemilik
sebuah angkringan di Jalan Jenderal Soedirman Purwokerto ini hanya bisa
mengikuti peraturan pemerintah, ia tak bisa berbuat banyak. Ia hanya bisa
mengikuti peraturan pemerintah.
angkringan depan FISIP Unsoed |
“Takutnya ya kaya kejadian waktu PKL Jensoed
itu mas,” kata bapak dua anak ini. Anton pun bercerita pengalamannya yang sudah
bertahun-tahun berjualan angkringan di depan toko alat eletronik. Pelanggannya
pun berasal dari berbagai latar belakang ada yang muda dan ada yang tua, ada
yang datang berdua dan ada yang berkeluarga. Angkringan yang buka setelah azan
magrib ini tak pernah sepi dari pelanggan. Terbukti dari jejeran kendaraan roda
dua dan roda empat yang tiap malam terparkir di depan gerobak angkringan itu. Di
tempat lesehan, dari banyak ibu-ibu dan bapak-bapak yang membawa keluarganya datang
ke angkringan ini.
Terlihat seorang anak berusia kurang dari sepuluh tahun merengek
kepada ibunya. Ia terus meminta agar dibelikan barang yang tadi mereka lihat di
pusat perbelanjaan. Si ibu sepertinya tidak menghiraukan apa yang dikatakan
oleh anaknya. Si ibu pura-pura tak mendengar meski terkadang menyuruh agar
diam. Tak perlu waktu lama, si anak pun bosan lalu ia diam, benar-benar diam. Akhirnya
ia bermain dengan gadget-nya
Si anak terus menundukan kepalanya
menatap gadget berwarna putih miliknya. Bahkan saat pesanan makanan telah tiba,
ia tak memalingkan wajahnya sedikit pun. Ia terus menatap gadget berwarna putih
itu. Ayah dan kedua kakaknya hanya melihat saja, lalu makan. Sedangkan si ibu ia
tidak menawarkan ataupun menyuapi si anak, ia lebih memilih diam dan langsung
menyatap makanan. Entah apa penyebabnya. **
Selanjutnya Wawancara Khusus: Itu Cuma Asal-asalan
Posting Komentar untuk "LIPUTAN KHUSUS"