Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nir Dialek, Mahasiswa FISIP Kurang Melek

Cahunsoedcom/Rijata Fijar Karunia

Tan Malaka dan keyakinan akan idealisme sebagai kemewahan terakhir milik pemuda, memang mampu membius akal sehat dalam sekali baca. Kalimatnya memuat harapan serta cita untuk melawan setiap ketidakadilan dan bengis dalam tubuh negaranya. Namun seakan luntur ditelan waktu, keyakinan Tan Malaka justru dikhianati pada saat-saat genting tatkala Ibu Pertiwi melolong meminta pertolongan. 


Slogan “Hidup Mahasiswa!” yang biasa terdengar di aksi-aksi demonstrasi tak lebih dari sekadar seruan moncong tanpa realisasi. Lihat saja mayoritas mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) sebagai contoh pemuda yang melalaikan idealisme mereka demi kenikmatan di ruang-ruang semu kampus. 


Citra idealisme itu hilang entah dikubur seberapa dalam demi hadir di organisasi atau kelompok serupa pada fakultas yang marak mengesampingkan kultur berdialek. Kultus kefisipan itu sendiri seakan beralih dari perjuangan pergerakan menuntut hak-hak rakyat menjadi getol hanya  pada kegiatan internal yang berlabel kefisipan. Mimpi indah akan bayang-bayang masa depan membuat FISIP terlelap terlalu lama dan nyaman di ranjang organisasi sampai lupa kepada implementasi ilmu yang didapat.


Miris, kemampuan kritis dan analitis tak betul-betul digunakan dalam menakar kebijakan yang seringkali tak berpihak pada rakyat. Katanya, perlawanan akan berbeda disetiap zaman. Apakah perlawanan zaman ini berarti membuang idealisme yang betul-betul dimiliki pemuda?


Seberapa banyak mereka yang turut andil dalam pergerakan sosial politik? Rumah dan ranah yang semestinya mereka tempati kini usang berdebu. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, tidakkah malu apabila hanya berisi entitas-entitas yang lumpuh moral? Memang, penulis paham betul apabila pergerakan bukan hanya milik mahasiswa FISIP, namun sebagai manusia yang secara langsung belajar dan dengan sadar memilih itu, apakah kini lupa atau sengaja berdiam diri?


Sebuah kejahatan apabila mahasiswa yang utamanya berlabel sosial politik diam karena menjadi kaki-tangan dalam pemasifan sistem pendidikan yang semakin jauh dari kata pergerakan. Sebuah aib apabila mahasiswa dengan mudah dininabobokan sampai terlelap akan luka negaranya. Padahal, ruang-ruang diskusi yang dibangun oleh himpunan bahkan organisasi eksternal terbuka luas untuk menjadi perangkat asah otak, namun mayoritas memilih diam di kelas sembari menganggukan kepala dengan pandangan melompong.


Setidaknya hadir pun, tak ubahnya menetap menjadi patung-patung pengisi kuota forum. Pada akhirnya, substansi dari diskusi tersebut hanya berhenti di waktu itu saja, tidak berlanjut menjadi suatu pergerakan untuk melawan. Jangankan pergerakan, paham pun patut dipertanyakan. Sudahlah kosong, nir empati dan simpati pula.


Di FISIP Unsoed, doktrin lulus cepat menjadi salah satu pemicu kurangnya ruang-ruang dialektika pembentuk pergerakan perlawanan. Lulus cepat sebagai tujuan dari perkuliahan menjadi salah kaprah karena mengesampingkan nilai-nilai berdialektika, sehingga hanya fokus untuk memperbaiki akademik individual saja. Pada akhirnya, mereka, kita, hanya akan keluar dari kampus untuk tenggelam ke danau yang lebih kelang sebab kurang mempraktekkan ilmunya. 


Hei, Bung! Di mana sikap “Utamakan KeFISIPan!” yang terpampang di rumahmu? Kau bawa ke mana ide dan gagasan itu? apa kefisipan hanya berlandas sebagai pemenuh kegiatan kampus? FISIPku sayang, FISIPku tercinta, kampus penuh kepalsuan. 


Sejatinya dalam kacamata saya, mahasiswa FISIP tak betul mendengarkan dosen mereka ketika mengajar. Tak paham haknya, tak tahu cara memperjuangkan haknya, apalagi menyadari dan memihak hak masyarakat kolektif. Sebagai mahasiswa yang mengemban nama FISIP, memalukan sekaligus memilukan semestinya dirasakan oleh kawan mahasiswa yang acap kali sadar menggaungkan suatu hal bernama kefisipan. Segala kritik yang penulis curahkan adalah bagian dari refleksi akan minimnya kesadaran perlawanan yang utamanya dimulai dari membuka ruang-ruang berdialektika. 


Posting Komentar untuk "Nir Dialek, Mahasiswa FISIP Kurang Melek"