Ukuran Besar Tidak Berarti Kebutuhan Besar
“Hidangan kapital yang tampak lezat
sangat menggiurkan untuk terus dilahap, manusia berakhir dalam jebakan”
Selamat datang di restoran siap saji dengan hidangan dari kapitalisme yaitu teknologi. Zainul Hakim seorang mahasiswa politik 2008, sang pemilik wajah unik mulai menceritakan hidangannya yang berupa hardisk yaitu sebuah alat penyimpan data. Dengan gaya diasik-asikkan ia bertutur, ternyata dokumen di dalam hardisk yang ia miliki terkadang tidak ia nikmati. Alasannya, saking banyaknya dokumen yang ia simpan karena kapasitas memori yang besar membuat ia asal simpan data.
Seorang mahasiswa angkatan 2008 yang bernama Susan Agustin si pecinta karaoke dan lagu-lagu melankolis menyimpan begitu banyak lagu dalam hardisknya. Ibaratnya Susan ini memiliki brankas lagu dari yang jadul hingga masa kini, selayaknya stasiun radio. Susan menuturkan “Tak semua lagu-lagunya gw sukain, tapi tetap gw simpen”.
Lain lagi dengan Wulan Mauliyatun Zuhna yang menyimpan begitu banyak film di hardisknya. Film-film tersebut ia dapatkan dari pacarnya yang memang hobi men-download dari internet. Nyatanya Wulan mengaku hanya sedikit film yang ia tonton. Hal ini disampaikan pula oleh Satrio Hapsoro, lelaki semi gondrong yang biasa berkaos agak longgar. “Banyak film yang tak sempat tertonton di hardisk-ku”,katanya.
Kawan-kawan kita ini memiliki kebutuhan baru karena adanya space besar dalam hardisk yang memungkinkan mereka menyimpan begitu banyak data. Akhirnya mereka yang tadinya tidak usah menonton film, mendengar lagu, atau melahap dokumen-dokumen harus melakukan rutinitas tersebut demi sebuah kebutuhan yang dibuat teknologi.
Memang hardisk nampak sebagai hidangan istimewa dengan bumbu ekstra. Bagaimana tidak menggugah selera, hardisk dikemas dengan kapasitas memori tinggi yang memungkinkan penikmatnya menyimpan banyak data. Dewasa ini, di restoran siap saji yang dimiliki para kapital hardisk menjadi sebuah “kebutuhan”.
Sedikit dari Jurgen Habermas tentang tindakan instrumental. Manusia diatur teknologi bukan manusia yang mengejar teknologi. Ini terjadi di kehidupan saat ini, “kapsitas besar hardisk menjadi sebuah kebutuhan baru yang terus harus terpenuhi”, kata Regina Kartika Ayu, Komunikasi 2010.
Sedikit flash-back dengan masa lalu yang suram saat kita hanya disediakan disket dengan kapasitas kecil dan bertingkah menyebalkan karena mudah rusak. Kemudian meningkat pada hadirnya flashdisk berukuran 128 serta 512 Kb, bahagia tak terkira dengan kehadiran benda kecil itu. Bangga nian saat sang flashdisk menyangkol di dada sebagai bandul kalung. Hingga hari ini para kapital menyajikan hidangan sangat istimewa dengan kapasitas space (ruang) hingga ukuran tera yaitu si sakti hardisk.
Penuturan cermat dari Sulyana Dadan S.sos. M.Si, sebagai masyarakat yang hidup di era teknologi semestinya kita menggunakan sudut pandang yang cerdas dalam menanggapi teknologi. Memandang teknologi dari sudut positif serta negatifnya. Nah, untuk kasus kebutuhan yang dibuat kapital dengan hidangan berupa hardisk kapasitas besar ini, kita pun harus bisa membedakan yang mana kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan adalah hal-hal yang mesti terpenuhi saat itu juga sedangkan keinginan dapat ditunda. Sekarang masalahnya masyarakat sering kali lupa diri, mendadak tak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Contohnya, menyantap hardisk bermemori besar karena ngakunya itu kebutuhan, padahal penggunannya tidak optimal. Hanya untuk mengikuti zaman saja. Zamannya disket ya pakai disket, zamannya hardisk ya ikutan pakai. Anna Nurhasanah, Mahasiswa Sosiologi 2008 bertutur, “Tidak semua santapan produk yang tersedia itu dibutuhkan oleh masyarakat”. Permasalahan semacam ini yang semestinya jadi perhatian.
Kalau menurut Firdaus Putra S.Sos, permasalahan yang timbul karena ketersediaan space yang besar adalah bisa terjadinya penurunan makna. Dahulu kita harus memilih dengan selektif dokumen-dokumen yang akan kita save karena keterbatasan memori. Alhasil, kita melahap semua data yang disimpan karena memang hanya beberapa dokumen yang kita miliki. Berbeda dengan saat ini, banyak data-data baik berupa film atau catatan-catatan yang terbengkalai dalam alat penyimpan data kita. Inilah yang dialami kawan-kawan hari ini.
Penyusutan makna terjadi gila-gilaan saat data-data menjadi sampah karena tak dilirik pemiliknya. Menurut Firdaus lagi yang terpenting dalam menghadapi kemajuan teknologi yang melimpah seperti saat ini adalah menggunakan teknologi secara bijak. “Kita mesti paham betul teknologi apa yang memang kita butuhkan sehingga efektifitasnya tetap terjaga”, tutur Annisa M.T jurusan AN angkatan 2008.
Melek teknologi akan menjadikan kita memaknai hal-hal penting yang kita butuhkan. Sehingga kita tidak menjadi konsumen yang dipermainkan para kapital. Teknologi itu bukan hanya untuk dinikmati tapi untuk dimaknai. Selamat terjebak menikmati hidangan dari kapital dengan pola konsumsi sehat.
Posting Komentar untuk "Ukuran Besar Tidak Berarti Kebutuhan Besar"