Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Orang-Orang ‘Kitiran’



Jalan berliku-liku membelah bukit.  Pinus, cemara dan ilalang tumbuh pada lereng-lereng yang curam. Sinar matahari menerobos di antara celah-celah daun. Warnanya yang kuning  tembaga cukup membuat mata menyipit. Diluar kanan jalan, merenung bukit gundul  yang ditumbuhi semak-semak kering. Kiranya butuh jaket dan topi jika akan berdiri disana berjam-jam. Semata-mata agar kulit tidak terbakar panas matahari.
Tapi tidak bagi penduduk Karang Kobar, Banjarnegara. Kulitnya rela berubah hitam legam hanya demi sebuah hobi. Diketinggian bukit sekitar  10 meter dari badan jalan, mereka asyik bermain Kitiran. Sebuah baling-baling yang terbuat dari kayu ringan, dipasang dengan tiang bambu panjang yang ditanam diatas bukit. Selain lubangnya sebagai wadah Kitiran,  bambu ukuran 3 meteran yang menempel ditiang Kitiran juga diberi daun salak pada bagian belakang. Fungsinya agar Kitiran selalu berada seimbang dengan arah angin. Sembari menunggu ada angin besar, kebanyakan Kitiraner  duduk santai diselipi dopokan (obrolan, red).
                Bro menatap tajam kearah Kitiran kesayangannya, diujung tepi bukit. Rokoknya yang terjepit disela-sela jari tengah habis dimakan angin. Abunya dibiarkan menghambur  dan terpilin-pilin di udara. Teman-teman disekelilingnya hanya saling memandang.
                Siji, loro, telu, papat, lima, enam ( 1,2,3,4,5, dan 6),” teriak Bro saat Kitirannya mengeluarkan bunyi ‘Dreng,dreng’ ketika dihempas angin besar. Air muka wajahnya terlihat bangga dan senang.  Berkali-kali Ia mengejek Kitiran temannya yang tidak mengeluarkan bunyi serupa. Sejenak hal itu dapat membuat orang awam bingung. Yah, tapi itulah yang dicari dari hobi bermain Kitiran.
Permainan Kitiran ini, Bro mainkan setiap setahun sekali. Tepatnya saat mangsa ketujuh dan delapan ketika angin barat datang. “Kitiran menjadi trend mainan dan hiburan baik anak-anak ataupun orang dewasa disini,” ungkap Bro kepada Cahunsoed disela-sela aktivitas bermainnya.
                Jauh dibawah sana, atap-atap rumah penduduk saling berhimpitan. Tower-tower menjulang dan kendaraan berderap melaju sempoyongan ditanjakan. Orang-orang Kitiran masih tanpa lelah mengatur dan menunggu Kitiran agar diterjang angin. Diwaktu saat matahari mulai tergelincir ke barat. Pukul 13 lewat. (Mugi)

Posting Komentar untuk "Orang-Orang ‘Kitiran’"