UKT Tinggi Perencanaan Kacau
Oleh : Dewi Ayu Wulandari
"Penentuan nominal UKT itu tidak berdasarkan riset ke Mahasiswa. Ya, pake perasaan dan itu juga nggak selalu benar" [Rektor Unsoed, Prof Edi Yuwono]
Bagaikan seorang anak, Uang Kuliah Tunggal (UKT) lahir di tengah institusi pendidikan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Orangtuanya adalah para petinggi rektorat bergelar profesor, yang sudah pasti mendewakan keilmiahan. Faktanya, UKT dibesarkan tanpa melalui sebuah perencanaan perhitungan ilmiah yang ada dalam nomenklatur.
Semua daftar komponen yang ada di nomenklatur dan unit cost seharusnya dirancang berdasar kebutuhan mahasiswa, program studi/jurusan, fakultas, dan universitas. Atas alasan kebutuhan tersebut, pihak rektorat mengaku pihaknya telah melibatkan semua komponen yang ada di Unsoed.
Idealitas keterlibatan seluruh stakeholder menjadi wajib demi sebuah pengambilan kebijkan. Sebagaimana Dr.Riant Nugroho paparkan melalui bukunya “Kebijakan Publik”. Ia menyatakan pengambilan keputusan harus sebanyak mungkin mengelaborasi suara dari stakeholder. Senada dengan hal tersebut, dosen Ilmu Administrasi Negara, Dwiyanto Indiahono pun angkat bicara “Idealnya pengambilan kebijakan itu harus melibatkan stakeholder yang ada dibawahnya.”
Pembantu Rektor IV, selaku bidang perencanaan menganggap sistem kebijakan UKT sudah bottom-up. Tapi kenyataannya justru berbeda, kebijakan UKT sudah di tentukan oleh pihak rektorat. Pihak dekanat hanya disodorkan kebutuhan yang sudah jadi. Hal tersebut diamini oleh Pembantu Dekan II Fakultas Peternakan, A.T. Ari Sudewo. Ia menyatakan bahwa fakultas hanya mengoreksi beberapa bobot komposisi yang sudah dirancang oleh pihak Universitas.
Tak hanya dialami Fakultas Peternakan, perihal serupa juga dialami Pembantu Dekan II Fisip, Waluyo Handoko. “Saya hanya disodori blanko unitcost untuk dicek volumenya,” tukasnya bulan April lalu pada tim Suluh.
Selain jajaran tingkat Fakultas, Ismangil Kepala Laboratorium Riset Unsoed juga tidak dilibatkan dalam kebijakan keuangan. Bahkan Ia merasa Laboratorium Riset Unsoed tidak mendapatkan anggaran. “Dari dulu sampai hari ini, Lab belum pernah mendapat anggaran sepeser pun dari Unsoed, apalagi dalam perumusan UKT, kami tidak tahu menahu,” ungkapnya kecewa.
Jajaran fakultas dan laboratorium saja tidak dilibatkan, apalagi mahasiswa. Mahasiswa belum pernah terlibat dalam kebijakan penentuan kebutuhan mereka sendiri. Seperti yang diungkapkan Annisa Dwi Puspitaningtyas, mahasiswi jurusan sosiologi 2008 ini mengaku tak pernah ada riset dari Unsoed tentang kebutuhan mahasiswa selama studi.
Rektor Unsoed mengakui, bahwa tidak pernah ada riset untuk menentukan nominal UKT. Padahal jelas-jelas riset dibutuhkan untuk mengetahui kebutuhan mahasiswa. “Kalau memang unit cost merupakan kebutuhan mahasiswa, untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan mahasiswa ini, ya salah satu jalannya adalah riset kebutuhan,” ungkap Sirojudin, anggota UKM Riset Rizome Fisip.
Rektor Unsoed mengakui, bahwa tidak pernah ada riset untuk menentukan nominal UKT. Padahal jelas-jelas riset dibutuhkan untuk mengetahui kebutuhan mahasiswa. “Kalau memang unit cost merupakan kebutuhan mahasiswa, untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan mahasiswa ini, ya salah satu jalannya adalah riset kebutuhan,” ungkap Sirojudin, anggota UKM Riset Rizome Fisip.
Pengabaian riset terkait kebutuhan mahasiwa, berarti mengabaikan keberadaan mahasiswa sebagai civitas akademika. Padalah, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010, tercantum bahwa Mahasiswa merupakan komponen universitas. Pantas jika suara kekecewaan muncul dari mahasiswa. “Konyol kalo perencanaan kayak gitu, ya seharusnya mahasiswa dilibatkan dalam pengambilan kebijakan UKT,” tegas Lutfi Maulana, Presiden BEM Jurusan Kedokteran Umum.
Lika-liku kekacauan UKT ini diakhiri dengan finalisasi penentuan nominal UKT yang mengejutkan. Hal ini dikatakan oleh Rektor Unsoed, Prof Edi Yuwono saat ditemui di ruangannya.”Menentukan nominal UKT ya pake perasaan, dan itu juga nggak selalu benar,” ungkapnya ringan.
Jelas sudah kekacauan demi kekacauan atas kelakuan Unsoed. Mulai dari merencanakan, menghitung hingga menentukan nominal UKT. Kebijakan UKT yang nantinya akan berdampak pada aksesibilitas masyarakat dalam mengenyam bangku kuliah, nyatanya dalam penghitungannya pun hanya berdasar pada perasaan para petinggi Unsoed. Keilmiahan yang di dewakan unsoed hanya cerita, sudah sepantasnya kita pertanyakan dan gugat segala kekacauan Unsoed ini.
Posting Komentar untuk "UKT Tinggi Perencanaan Kacau"