OPINI: Mayday
Oleh
: Hermaski Indriharto*
Source: jgmotor.co.id |
Peringatan hari
buruh atau mayday berawal dari demonstrasi yang terjadi di Amerika Serikat pada
tahun 1886. Buruh menuntut 8 jam/hari kerja yang sebelumnya adalah 12-16
jam/hari. Demonstrasi yang dilakukan jutaan buruh di Amerika serikat memancing
para pemilik perusahaan geram dan melakukan tindakan represif dengan
mengerahakan polisi dan juga mengeluarkan dana $2000 untuk membeli senapan
dalam mengahadapi demonstran. Pada saat itu terjadilah peristiwa berdarah yang
mengakibatkan puluhan orang meninggal. Polisi pun memberikan larangan pada
setiap buruh yang berdemo. Namun itu tidak membuat gentar para buruh dan buruh
melakukan aksi kembali.
Buruh dengan
kekonsistenannya memnuntut yakni 8 jam/hari ahirnya menuai solidaritas dari
beberapa belahan dunia yang merasakan nasib yang sama. Pada tahun 1889
diselenggarakan Kongres Buruh Internasional yang dihadiri oleh beberapa
delegasi berbagai negeri. Kongres tersebut menyatukan buruh dan menghasilkan
bahwa delapan jam kerja menjadi tuntutan utama dan juga pemogokan pada 1 Mei
1890 agar menuntut pengurangan jam kerja serta menetapkan tanggal 1 Mei menjadi
Hari Buruh Sedunia.
Sementara
perjuangan di Indonesia pada masa kolonialisme pun terlihat. Kolonialisme yang
memberlakukan agrarische weet melahirkan buruh sebagai akibat dari permpasan
tanah secara besar-besaran untuk industri perkebunan. Selain itu juga Kerajaan
Belanda membuat industri-industri besar untuk merauk keuntungan dari kekayaan
alam dan manusia di Nusantara. Hal tersebut
memicu terjadi pemberontakan sejak tahun 1830 yakni perlawanan terhadap tanam
paksa dan perlawana terhadap perkebunan dan industri.
Peringatan May
Day di Indonesia pasca proklamasi sudah dilaksanakan sejak tahun 1951 tentang
berlakunya UU Kerja Tahun 1948, yang didalam pasal 15 ayat 2 menyebutkan bahwa
“Pada tanggal 1 Mei, Buruh di bebaskan dari kewajiban kerja”. Namun pada masa
Orde Baru terdapt peralangan peringatan Hari Buruh Internasional. Pemerintah
pada saat itu 1 Mei tidak pernah di akui. Barulah pasca runtuntuhnya rezim
ordebaru dan memasuki masa reformasi kembali ada pengakuan terkait satu mei.
May Day kembali marak di Indonesia.
Penerapan
tanggal 1 Mei menjadi hari libur nasional merupakan kemengangan kecil bagi
buruh di Indoensia. Kemenangan ini merupakan perjuangan terhadap kaum buruh
terhadap rezim. Kemenagan ini bukanlah kemenangan yang sesungguhnya bagi buruh
di Indonesia. Karena penindasan begitu hebat dialami oleh buruh oelh rezim hari
ini. Rezim SBY-Budiono mendorong nasib
rakyatnya pada jurang kesengsaraan.
Melalui perjanjian, kerjasama dan kebijakan
yang tidak berpihak pada rakyat. Hal ini membuktikan bahwa rezim SBY-Budiono
membuktikan kapasistasnya sebagai penghamba dari Imprealis dengan menumbalkan
rakyatnya. Forum-forum internasional, regional maupun bilateral yang melahirkan
kerjasama Komperhensif US-Indo pada ahir 2010 lalu.
Program-program
tersebut diantaranya adalah upaya penghapusan baiaya bea ekspor-impor untuk
menjamin terbukanya pasar bebas, kerjasama untuk fleksibilitas pasar tenaga
kerja (Labour Market Flexibility untuk mendapatkan tenaga kerja murah, dan
dilapangan kebudayaan tetap melakukan efisiensi dan relevansi pendidikan yang
diorientasikan untuk tenaga kerja murah untuk melayani kepentingan Imprealisme
di Indonesia.
Jika dilihat hal
ini disebabkan karena watak dari perkembangan Imprealisme sebagai puncak
kapitalisme yang mengeropos dan menuju
jurang kehancurannya. Imprealisme yang memiliki watak rakusnya mengalami terjadinya over produksi . Hal ini menyebabkan
krisis di dalam tubuh impralisme sendiri yang kian mendalam.
Pada 2008 over
produksi atas barang elektronik, properti dan senjata memebuat depresi ekonomi
yang berat.
Krisis ini memberikan impact
bagi borjuis besar dunia yang akan mengalami kebangkrutan. Kondisi ini membuat
pemerintah AS memberikan pertolongan berupa kucuran dana dalam upaya
menyelamatkan para borjuis besar. Penyelamatan dari Pemerintah AS yang ahirnya
memangkas dana publik dalam jumlah besar dan ahirnya menyengsarakan rakyat.
Krisis pun
merembet terjadi di Uni Eropa; Yunani, Portugal, Spanyol, Italia, Irlandia dan
Hongaria. Krisis utang ini meliputi masalah pembengkakan utang publik yang
melebihi PDB suatu negara dan masalah ancaman gagal bayar. Tamparan besar bagi
imperialis berupa rangkaian krisis ini juga membuktikan bahwa skema dana
talangan dan subsidi yang dinilai akan membantu keluar dari krisis justeru
semakin memperdalam tingkat kronisnya. Krisis ini yang kemudian berdampak hebat
bagi rakyat di AS dan Uni Eropa. Karena krisis ini menimbulkan dampak serius
terhadap meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan.
Sementara itu
Asia juga tidak lepas dari pembagian beban krisis yang dialami oleh
imperialisme. Melalui ASEAN yang menghimpun negara-negara kaya akan sumberdaya
alam, tentunya menjadi jaminan atas terpenuhinya bahan mentah. Kemudian,
populasi yang besar sebagai jaminan tersedianya tenaga kerja murah sekaligus
pangsa pasar yang potensial. Hal ini yang menyebabkan konsolidasi ASEAN terus
dijaga dan dikembangkan. Untuk wilayah Asia Timur, dibentuklah skema pertemuan
KTT ASEAN+Asia Timur yang diselenggarakan pada November 2011 di Bali.
Konsolidasi ini menjadi penting karena memiliki nilai strategis dalam
geografis, sehingga akan memudahkan kerjasama ekonomi. Situasi ini
membuat AS dan negeri imperialis lainnya memaksakan skema liberalisasi
perdagangan melalui WTO maupun perjanjian perdagangan bebas lainnya. baik
bilateral maupun regional. Kesemua skema ini ditujukan untuk menyegarkan
kembali kerjasama ekonomi dan bisnis besar yang dilakukan oleh imperialis, yang
secara besar-besaran melakukan ekspor barang komoditas dan ekspor kapital agar
terhindar dari kiamat over kapital.
Selain dengan
skema ekonomi politiknya yang menujukan kepanikan dalam diri imperialisme,
mereka juga terus melakukan promosi dan membangun kerjasama militer dan
pertahanan dengan menggunakan isu terorisme. Dalam hal ini, selain kepentingan
untuk perdagangan senjata, kerjasama militer ini adalah skema untuk menekan
gerakan rakyat anti imperialisme yang terus meluas. Bahkan Imperialisme AS sendiri telah menjalankan program
Counter Insurgency-nya (COIN) dan telah menerbitkan buku panduan (Guide Book)
untuk menjalankan COIN tersebut diberbagai Negeri. Artinya bahwa, segala upaya
akan dilakukan oleh Imperialisme dalam melakukan penghisapan dan upaya
penyelamatan dirinya atas krisis yang tengah diderita, baik dengan penghisapan
melalui jalan damai (Perjanjian kerjasama) maupun jalan kekerasan bahkan agresi
militer.
*****
Rezim boneka SBY-Budiono sebagai alat
dari Impralisme menggencarkan program “Master Plan Percepatan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI)” yang akan semakin mensyaratkan terjadinya perampasan
tanah rakyat dalam skala besar dan penggusuran terhadap rakyat miskin
diperkotaan dengan dalih untuk pembangunan dan kepentingan umum. Esensi program
tersebut sesungguhnya akan semakin intensifnya penghisapan Imperialisme atas
seluruh sumberdaya alam Indonesia dan sebagai upaya untuk mempermudah
(Efisiensi) produktifitas Industri Imperialis yang bercokol didalam negeri.
Lewat kolaborsi tiga poros utama (Borjuasi besar
komperador, Tuan Tanah dan kapitalis birokrat) di bawah kepemimpinan
SBY-Budiono inilah Imperialisme dengan leluasa menggerakkan roda penindasannya
terhadap rakyat di Indonesia. Buruh dihargai dengan upah yang sangat rendah
dengan sistem kerja yang fleksibel dengan kondisi kerja yang sangat buruk. Kaum
tani di singkirkan dari tanah–tanahnya, sehingga mengakibatkan jutaan petani
hidup dalam kemiskinan.
Padahal Indonesia selama ini dikatakan sebagai Negara
agraris, tetapi dalam kenyataannya tanah di Indonesia sama sekali tidak mampu
menghidupi rakyatnya sendiri. Rakyat miskin perkotaan yang terus di gusur
tempat tinggalnya dengan alasan pembangunan, dan masih banyak lagi
persoalan-persoalan rakyat lainnya yang hampir tidak pernah berhenti.
SBY–Budiono lebih memilih memperluas tanah untuk
perkebunan dan pembangunan industri dari pada harus memberikan tanah untuk kaum
tani yang pada hakekatnya untuk kesejahteraan dan pembangunan industri
nasional. Disisi lain industri di Indonesia dengan karakternya yang masih
sangat terbelakang (Manufaktur) tidak mampu memberikan nilai apapun untuk
kesejahteraan rakyat. Untuk memenuhi kepentingan perusahaan-perusahaan besar
Imperialis, Buruh Indonesia selain dihadapkan dengan skema politik upah murah
yang dijalankan dan terus dipertahankan oleh rezim, Buruh juga mengahadapi
berbagai macam bentuk perampasan Upah yang semakin besar dan intensif,
baik dengan secara terang terangan maupun terselubung.
Selain dihadapkan dengan upah murah dan pemotongan
upah dengan berbagai cara, Buruh Indonesia juga masih dihadapkan dengan
ancaman PHK yang bisa datang setiap saat. PHK massal dan tanpa ada
kompensasi, penggunaan sistem kerja kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu)
dan outsourching yang sangat menindas buruh, pemberangusan serikat (Union
Busting) yang semakin nyata dan meluas. Penghapusan berbagai macam tunjangan
adalah salah satu bentuk nyata dari perampasan upah, sedangkan untuk
mempertahankan hidupnya buruh Indonesia dipaksa harus bekerja dengan jam kerja
yang sangat panjang, kondisi kerja yang sangat buruk tanpa ada
perlindungan keselamatan kerja yang memadai dan masih banyak
persoalan-persoalan lainnya.
Kabupaten
Banyumas merupakan kabupaten yang terdiri dari 33 kecamatan yang sebagian besar
pendudukanya adalah petani. Darmakradenan kecamaran Ajibarang merupakan wilayah
yang luas. Namun, tanah yang luas itu tidak dimiliki oleh petani. Sehingga di
banyumas momentum 1 Mei menjadi ajang petani di banyumas untuk mengkampanyekan
permasalahan perampasan tanah yang terjadi di Darmakradenan, Ajibarang. Petani
bersama gerakan lainnya yang tergabung dalam FPR (Front Perjuangan Rakyat)
menggelar aksi di depan gedung Sri Panji.
Petani turun ke
jalan guna menuntut perhatian dari pemerintah terhadap nasib mereka yakni
permasalahan tanah. Tanah yang sejatinya
adalah milik rakyat tersebut dikusai oleh pihak swasta oleh RSA (Rumpun Sari
Antan) melalui HGU. HGU ini sudah berjalan sejak tahun 1972 sampai dengan 2018.
Perjanjian HGU ini dilakukan sepihak tanpa melibatkan rakyat Darmakredenan.
Perjanjian itu berisi tentang penanaman kakao dan karet pada lahan 226,7 ribu Ha.
Peringatan hari
buruh di banyumas merupakan bentuk dukungan dari petani untuk para buruh di
dunia, sebab hingga hai ini pekerja atau buruh masi berupah rendah dan belum
mendapat perlakuan yang adil dari pemerintah. Sedangkan petani memiliki
kepentingan mendukung gerakan buruh karena hampir semua anak petani menjadi
buruh di perkotaan lantaran lahan petani di pedesaan semakin sempit . Petani
dan pekerja harus mendukung karena memiliki keterkaitan erat satu dengan yang
lain.
Dalam semangat MayDay tahun ini harus menjadikan
pemahaman bersama, bahwa begitu banyak persoalan rakyat Indonesia. Tidak hanya
bagi buruh, melainkan seluruh rakyat Indonesia harus memahami situasi yang
demikian agar terbangun dan tertanam perspektif akan pentingnya kerja
pembanguanan, perluasan, dan persatuan. Sehingga hal ini dapat menyatukan
seluruh gerakan rakyat, dengan menjangkau seluruh sektor yang ada. Persatuan
dari sektor-sektor perjuangan rakyat inilah yang sejatinya memiliki kedudukan
dan peranan penting dalam perjuangan, dan akan segera memberikan kemenangan
setahap demi setahap bagi rakyat Indonesia.
Adapun tuntutan FMN dalam Momentum May day 1 Mei 2014 mendatang
sebagai berikut;
- Hapuskan Politik Upah Murah
- Hentikan pemberangusan berserikat serta Berikan kebebasan berorganisasi dan berserikat bagi klas buruh.
- Hapuskan Kepmenakertrans Nomor 231 Tahun 2003 tentang tata cara penanguhan Upah minimum sebagai bentuk perampasan Upah buruh
- Hapuskan BPJS dan Berikan Jaminan social bagi seluruh rakyat Indonesia yang sepenuhnya ditanggung Negara
- Berikan Pendidikan dan lapangan kerja bagi pemuda dan seluruh rakyat Indonesia
- Hapuskan HGU Darmakradenan, Ajibarang
*) Mahasiswa Sosiologi 2008, Staf Departemen Organisasi FMN Cabang Purwokerto.
tulisan yang harum, tegas bersikap dan memiliki mutu yang bagus..mantaps!
BalasHapus