SULUH: Proyek Hening Distance Learning
SULUH EDISI I/Januari 2015
Laporan Utama
Oleh:
Triana Widyawati
Semuanya diam, semenjak proyek ini bergulir tahun
2012 silam.
Meski tanpa ada usulan serta kesepakatan, proyek instan ini tetap berjalan.
Kini kejari mulai mencium keberadaan mereka.
Para pejabat itu pun bertahan dengan cara lama. Diam.
Meski tanpa ada usulan serta kesepakatan, proyek instan ini tetap berjalan.
Kini kejari mulai mencium keberadaan mereka.
Para pejabat itu pun bertahan dengan cara lama. Diam.

“Ya
udah tunggu sebentar ya mba, saya tanya dulu ke bapak,” katanya lagi sambil
meninggalkan kami di luaran pintu. Tak beberapa lama ia menengok setengah badan
dibalik pintu. “Iya mba, silahkan masuk aja bapak ada di dalam,” katanya kepada
Tim Suluh.
“Ngapain
kamu tanya soal itu?” kata Agus Nugroho dengan tatapan sinis. Raut wajahnya
berubah. Posisi duduknya menjadi kaku. Nada bicaranya pun langsung meninggi.
Suasana wawancara di ruangan Kepala BAUK itu mendadak tak ramah saat Tim Suluh
menanyakan terkait proyek distance learning. Padahal saat kami bertanya
mengenai fasilitas Unsoed, Agus menjawabnya dengan santai lagi normatif. Kedua
reporter Suluh sempat bertatapan dengan Agus beberapa detik tanpa berbicara dan
bersuara. “Itu kan sudah lama, gak usah tanya-tanya itu, tanya yang lain
ajalah,” katanya sambil bersender di kursi dan melipatkan kedua tangannya di
dada.
Proyek
distance learning mulai digulirkan sejak tahun 2012. Tak banyak yang tahu
perihal proyek besar yang digarap universitas ini. Salah seorang pejabat Unsoed
mengatakan, diadakannya proyek itu diawali dari kedatangan beberapa anggota DPR
yang memberikan tawaran sisa dana APBN 2012 kepada jajaran rektorat Unsoed.
Tanpa berpikir lama, mereka langsung menerima tawaran itu. Respon pun cepat dilakukan
dengan membuat rencana proyek pengadaan alat-alat distance learning. Tujuannya
agar sisa dana APBN tersebut bisa segera digunakan.
Tanpa
konfirmasi dan persetujuan unit (fakultas), dibuatlah tim untuk merealisasikan
proyek ini. Tim yang tergabung dalam PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) segera
membuat proposal. Proposal pengadaan barang yang sedianya dibuat oleh LP3M
justru diambil alih oleh PPK “Harusnya itu yang ngurusin LP3M bukan PPK,” kata
seorang pejabat Unsoed yang tidak mau disebutkan namanya.
PPK
membuat proposal distance learning yang kemudian diserahkan ke LP3M. Namun
menurut sumber Anonim Suluh, konon proposal yang diserahkan ke pihak LP3M
adalah proposal kosong. Pihak LP3M hanya diminta untuk menandatangani proposal
kosong. Sempat terjadi gesekan antara pihak PPK dengan LP3M.
Ketika
dikonfirmasi ke pihak LP3M, mereka tak mau berbicara sedikitpun terkait
distance learning. Kepala LP3M Imam Widhiono enggan menjawab pertanyaan apapun
menyoal distance learning. Ia langsung melemparkan pertanyaan ke bagian
perencanaan. “Tanyakan saja ke bagian
perencanaan, saya tidak tahu,” kata Imam.
Untuk
mengetahui kejelasan tentang kasus ini, Tim Suluh mencoba menelusuri ke
Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwokerto. Kasi Pidana Khusus, Hasan Nurodin Achmad,
mengiyakan tentang dugaan korupsi distance learning di Unsoed. “Diduga telah
terjadi mark up pada proyek distance learning,” kata Hasan. Hasan menjelaskan
selain mark up ada kejanggalan lain pada kasus ini, yakni pencairan dana dari
pusat yang terlalu cepat. “Mungkin sudah direncanakan,” katanya.
Kejari
pun menelusuri kasus ini dengan memanggil para saksi pada pertengahan November
lalu. Pejabat Unsoed yang dipanggil kejari antara lain Bagian Keuangan, PPK,
serta ULP. Termasuk PT Daham Indo Perkasa sebagai pemenang tender. Sampai
sejauh ini kejari belum menetapkan satu pun tersangka. Semua yang dipanggil
baru berstatus saksi.
Menurut
penuturan Hasan, selain PPK dan jajaran rektorat kala itu, Unit Layanan
Pengadaan (ULP) terlibat dalam proyek ini, mengingat peran ULP sebagai
penanggungjawab pengadaan semua barang universitas yang anggarannya di atas 200
juta, termasuk distance learning yang anggarannya mencapai 20 Milyar.
Saat
Tim Suluh memberikan pertanyaan kepada Kepala ULP Rasyid Mustofa, ia diam tidak
mau menjawab. “Saya ngga tau, kalo masalah distance learning itu kan semua
datanya udah dikirim ke pusat,” kata Mustofa.
Mustofa
enggan menjawab pertanyaan terkait proyek pengadaan distance learning, ia hanya
mau menjelaskan alur pengadaannya saja. “Kalo kalian mau tahu, buka aja
webnya,” kata Mustofa. Website yang dimaksud Mustofa adalah web LPSE (Lembaga
Pengadaan Secara Elektronik).
Setelah
kami cek www.lpse.unsoed.ac.id minggu
lalu disana hanya tercantum informasi jadwal lelang, pemenang tender serta anggaran
proyek. Tak ada informasi rinci mengenai dokumen pengadaan seperti panitia
proyek ataupun laporan hasil pengadaan. Jadwal pelelangan pun sempat
berubah-ubah. Terhitung sejak 18 Oktober 2012 sampai 9 November 2012 sudah 11
kali perubahan, alasannya “Penyesuaian Jadwal”.
Pada
webiste LPSE tercantum nama pemenang tender yakni PT Daham Indo Perkasa dengan
nilai proyek sebesar Rp19.881.272.100. penandatanganan kontrak dimulai pada 7
November 2012.
Menurut
sumber anonim Suluh, ada penyelewengan saat pengadaan alat-alat berlangsung.
konon dalam proposal yang diajukan tertulis barang-barang yang dibeli adalah
barang buatan Jerman. Namun kenyataannya barang yang datang justru buatan
Tiongkok dengan kualitas rendah. “Mark up disitu,” kata salah seorang pajabat
Unsoed yang tidak mau disebutkan namanya. Hasil penelusuran Tim Suluh ditemukan
ada dua versi perihal harga asli barang-barang itu, yakni 12 Milyar dan 19
Milyar. Belum jelas versi mana yang benar.
Pihak
kejari sendiri meyakini versi 19 Milyar. Dalam keterangannya Hasan mengatakan
bila besaran mark up adalah 1 Milyar dari harga di laporan Unsoed sebesar 20
Milyar, ia belum mendapatkan temuan mark up sampai 8 Milyar. “Kita masih
menelusurinya,” kata Hasan.
Bila
dugaan mark up 8 Milyar terbukti tentu kasus ini akan membuat Unsoed kembali
panas. Mengingat nominalnya yang lebih besar ketimbang kasus yang menimpa Edy
Yuwono, mantan rektor Unsoed dengan PT Antam Sari maupun kasus laboratorium
nazarudin yang melibatkan mantan PR II, Eko Hariyanto.
Kasus
ini akan kembali menyereta pejabat Unsoed pada zaman Edy Yuwono, termasuk Edy
Yuwono dan pejabat yang sekarang sudah ditetapkan tersangka serta mantan
pejabat yang masih bertahan di Unsoed. Hasilnya tentu tambahan masa tahanan
bagi mereka dan memunculkan nama-nama baru koruptor di Unsoed yang selama ini
sedang diam bersantai-santai ria.
Dalam
wawancara dengan mantan Pembantu Rektor II Unsoed, Eko Hariyanto tahun lalu. Ia
menolak untuk menjawab pertanyaan mengenai proyek distance learning. “Itu
masalah politis,” katanya.
Pihak
Unsoed pun kini tidak ada yang mau berkomentar terkait proyek ini semuanya
hening tak mau bicara. “Yang sudah ya udah lah mba gak usah dibahas lagi, “
kata Agus Nugroho. Tanggapan serupa diungkapkan oleh Wakil Rektor II, Nurul
Anwar, ia tak mau berkomentar apapun perihal proyek ini. “Tanya ke yang lain
saja, waktu itu kan saya belum ada,” katanya.
Sedangkan
kejari sendiri sudah setahun lebih menyelidik kasus ini namun pengembangan
kasus seakan dihalang-halangi. Hal ini pun berimbas pada kasus-kasus lain yang
melibatkan petinggi Unsoed, semuanya masih diam menunggu antrian tanpa
perkembangan.
Padahal
diawal jabatannya Rektor Unsoed, Ahmad Iqbal berkali-kali menegaskan janjinya
bila ia akan memberantas korupsi di Unsoed sampai ke akar-akarnya.
Namun
apa daya, untuk sekedar transparan dan jujur saja para pejabat itu masih enggan
dan bermain kucing-kucingan. Mereka lebih memilih diam. Demi sekedar mencari
aman, sesaat.
(Laporan Khusus : Alat Distance Learning Mangkrak)
(Laporan Khusus : Alat Distance Learning Mangkrak)
Posting Komentar untuk "SULUH: Proyek Hening Distance Learning"