Ada Apa Dengan UKT 2016?
Oleh: Adhyatma
Riyanto*
Persoalan UKT tak kunjung selesai,
penyelesaiannya pun tak kunjung membuahkan hasil, yang menjadi persoalan kapan
pendidikan bisa dinikmati semua kalangan?
Persoalan Uang Kuliah Tunggal
(UKT) kembali muncul ke permukaan, kembali datang menjadi narasi yang
diperdebatkan. Ihwal ini terjadi akibat desas-desus adanya rencana kenaikan UKT
pada tahun ajaran 2016/2017, UKT yang naik menjadi 8 level seperti kripik pedas
Maicih, dan banyak lagi varian rasanya. Desas-desus ini membuat sakit usus dan
telinga hampir hangus Mahasiswa FISIP Universitas Jenderal Soedirman, yang
konsen membela pendidikan, bersemangat mencerdaskan bukan memberatkan. Sesegara
mungkin desas-desus itu terjawab dengan diadakanya audisensi antara dua pihak,
yaitu: mahasiswa dan dekanat. Hajatannya dilaksanakan kemarin Kamis, 31 Maret
2016.
Pleidoi
Audiensi
Persoalan
pertama, mahasiwa mempertanyakan kekuatan hukum surat edaran. Karena surat
edaranlah yang menjadi dasar pijakan pembenaran rencana kenaikan UKT 2016.
Kedua, pihak dekanat mengatakan akan menaikan UKT tahun 2016 sebesar Rp.
1.000.000 dari level sebelumnya untuk semua prodi. Kejanggalanya, kenaikan
nominal ini lahir dari surat edaran yang datangnya mendadak dan berimbas pada
waktu perumusan yang terbilang singkat, hasil penghitungannya pun terkesan berdasarkan
prediksi. Ketiga, pemeliharaan sarana & prasarana, honor-honor karyawan
yang harusnya di cover oleh BOPTN dibebankan juga ke UKT. Keempat, ketika
ditanya perihal penarikan uang pangkal, pihak dekanat melalui Bapak Dekan
langsung menjawab bahwa hal ini akan didiskusikan di lain kesempatan.
Beberapa masalah tersebut akan
berusaha penulis jawab dengan menggunakan pengetahuan yang seadanya. Pertama,
persoalan posisi hukum surat edaran. Sebelumnya beberapa kejadian di Indonesia
yang berkaitan dengan surat edaran menjadi perhatian publik, yang paling santer
adalah Surat Edaran Kepala Polri Nomor SE/06/X/2015 yang dikeluarkan pada
tanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau 'hate speech'.
Dalam tataran konstitusional, aturan mengenai surat edaran dijelaskan pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2010 Tentang Tata Kelola Naskah
Dinas di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Pada pasal 1 butir 43 dijelaskan
bahwa surat edaran adalah naskah dinas yang berisi pemberitahuan, penjelasan, dan/atau
petunjuk cara melaksanakan hal tertentu yang dianggap penting dan mendesak.
Surat edaran sifatnya adalah instruksi, dalam persoalan ini surat edaran
digunakan untuk menghimbau agar masing-masing fakultas mengkaji ulang UKT.
Kedepannya setelah surat edaran ini akan dibuat payung hukum yang lebih jelas,
misalnya permen. Sebenarnya tidak ada persoalan, akan tetapi akan menjadi
persoalan ketika surat edaran ini menjadi dasar hukum untuk menaikan UKT.
Karena surat ini adalah sifatnya instruksi, boleh dong tidak diikuti.
Kedua, rencana kenaikan UKT
yang nominalnya mencapai Rp 1.000.000 ini terbilang sangat cepat perumusanya.
Karena hanya dalam hitungan jam rumusan nominalnya sudah disepakati. Hal ini
memang bukan murni kekeliruan dari dekanat, karena akibat singkatnya waktu,
desakan keharusan pembaruan nominal BKT, akhirnya nominal ini dirumuskan.
Dengan logika, kita menyadari bahwa secara struktural dekanat berada dibawah
arahan rektorat. Alhasil, arahan dari rektorat harus segera ditindaklanjuti.
Melihat hal ini, secara sederhana, kita dapat menilai bahwa terjadi ketidak
beresan manajemen birokrasi pada tataran rektorat. Bisa-bisanya perihal
perumusan nominal BKT dilakukan dengan tergesa-gesa, terburu-buru, terdesak,
karena persoalan waktu. Sekalipun memang ada hal-hal yang menjadi kendala
mengapa surat edaran ini datang mendesak, persoalanya adalah ketiadaan
transparansi informasi kepada tataran mahasiswa mengenai hal itu. Akhirnya
secara sederhana mahasiswa dapat menyimpulkan sendiri. Jika ada pernyataan
bahwa informasi-informasi itu adalah sebuah hal yang bersifat rahasia, lantas
dimana prinsip good governance, yang salah satu nilainya adalah transparansi,
lantas bagaimana UNSOED bisa menjadi World Class Civic University kalau cara
mainnya seperti itu?
Ketiga, Peraturan Menteri Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 6 Tahun 2016 tentang BOPT yang dijelaskan
pada pasal 2 tentang penggunaan BOPTN, bahwa “BOPTN digunakan untuk:
pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat; biaya pemeliharaan
pengadaaan; penambahan bahan praktikum/kuliah; bahan pustaka; penjaminan mutu;
pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan; pembiayaan langganan daya dan jasa;
pelaksanaan kegiatan penunjang; pengembangan teknologi informasi dan komunikasi
dalam pembelajaran; honor dosen dan tenaga kependidikan nonpegawai negeri
sipil; pengadaan dosen tamu; pengadaan sarana dan prasarana sederhana; satuan
pengawas internal; pembiayaan rumah sakit perguruan tinggi negeri; dan/atau
kegiatan lain yang merupakan prioritas dalam rencana strategis perguruan tinggi
masing-masing”.
Ketika pihak dekanat
seakan-akan mengatakan bahwa BKT masih membuka peluang dibebankan oleh hal-hal
yang harusnya bisa di cover BOPTN berarti ini sudah…, apakah manusiawi ketika
semua beban yang harusnya di cover oleh BOPTN tapi dibebankan ke BKT? Kalau
karena alasan ini BKT naik, apa iya pihak dekanat bijak? Pihak dekanat
mengatakan bahwa tidak pernah mengetahui dana BOPTN dialokasikan untuk apa
saja, yang secara langsung terasa adalah WIFI (lelet) dan Listrik (kadang
mati). Sedangkan Unsoed itu statusnya BLU, dana hasilnya berapa? Kemana? Buat
apa? Lantas, pertanyaannya kembali ke kalimat terakhir pada paragraf sebelumnya
yang world class itu.
Keempat,
persoalan uang pangkal menjadi titik tekan pada akhir-akhir jalanya audiensi.
Sekalipun pihak dekanat tidak memberikan kepastian seperti apa. Penulis akan
coba jawab, semoga ini salah, amin. Perihal penarikan uang pangkal ini menjadi
polemik dan mencipatkan ambiguitas pada permenristekdikti no 22 tahun 2015.
Pasalnya, pada permen no 22 tahun 2015 pada pasal 8 menyebutkan bahwa PTN
dilarang memungut uang pangkal dan/atau penarikan diluar UKT kepada mahasiwa
program sarjana maupun diploma. Sedangkan pada pasal 9 dijelaskan bahwa PTN memungkinkan
memungut uang pangkal pada mahasiwa asing, kelas internasional, mahasiswa jalur
kerja sama dan/atau mahasiwa jalur mandiri. Akhirnya dengan pengetahuan cekak
penulis menyimpulkan bahwa terdapat kontradiksi internal di permen no 22 tahun
2015 seperti kapitalisme.
Riwayatmu
kini, Mahasiwa
Kita sepakat
bahwa pendidikan adalah hak semua orang, pendidikan adalah hak dasar yang
harusnya diterima oleh semua orang, tidak memandang warna kulit, kualitas rupa,
dan isi kantong orang tua. Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada
pasal 26 butir 1 dijelaskan bahwa, Setiap orang berhak atas pendidikan.
Pendidikan harus cuma-cuma, paling tidak pada tahap-tahap awal dan dasar.
Pendidikan dasar harus diwajibkan. Pendidikan teknis dan profesional harus
terbuka bagi semua orang, dan begitu juga pendidikan tinggi harus terbuka untuk
semua orang berdasarkan kemampuan. Jadi jelaslah bahwa pendidikan adalah
pesoalan kemanusiaaan.
Melihat
audiensi kemarin yang bisa dibilang minim partispasi mahasiswa, terutama
mahasiswa FISIP yang mengaku belajar dan mencoba memahami persoalan sosial, hal
ini terkesan miris. Kalo pendidikan, kita sepakati sebagai persoalan
kemanusiaan, dimana letak pembelaan mahasiswa menghadapi persoalan kemanusiaan
riil? Bung Karno pernah berkata menyoal hal ini, “Jadi, jangan mengeluh padaku
kalau kuliah berat lalu kalian tak berjuang untuk menangani persoalan
kemanusiaan. Itu bukan alasan, tapi dalih seorang pengecut dan penghianat”.
Masing-masing dari kita sebagai mahasiswa yang mengaku sebagai kaum akademis
juga sepakat bahwa pembelaan terhadap kemanusiaan adalah perjuangan membela
kebenaran dan sebagian dari iman. Menyoal hal ini Bung Hatta menuliskan bahwa,
“tanggung jawab seorang akademis adalah intelektual dan moral, ini terbawa oleh
tabiat ilmu itu sendiri yang ujudnya mencari kebenaran dan membela kebenaran.”
Jadi, ayo bangkit mahasiswa! ayo bangkit cucu-cucu jenderal Soedirman yang
belajar langsung semangat Jenderal Soedirman lewat mata kuliah Jati Diri Unsoed! jangan jadi ayam sayur di kandang
sendiri!!
*Menteri Sosial dan Politik
BEM Unsoed
Posting Komentar untuk "Ada Apa Dengan UKT 2016?"