Mengurusi Otoritas Tubuh dalam Telaah Foucault
![]() |
sumber istimewa |
Oleh : Fita Nofiana
Judul Buku : Tubuh yang Rasis
Penulis
: Seno Joko Suryono
Penerbit
: Pustaka Pelajar
Jumlah halaman : 528
Telaah Kritis Michel Foucault atas
Dasar-dasar Pembentukan Diri Kelas Menengah Eropa
“Mereka
senantiasa diburu tapi tidak selalu oleh hukum; mereka sering ditahan tapi tak
selalu dipenjara; mereka dianggap sakit tapi juga diangap sebgai makhluk keji,
korban yang berbahaya, mangsa, dan kejahatan yang aneh; mereka makhluk yang
menyandang kebengisan dan kadang kriminal”.
-Michel
Foucault
Pernah bertanya tentang,
Kenapa dimalam hari tubuh kita ‘harus’ tidur?
kenapa perempuan
dianjurkan memakai pakaian ‘sopan’ ditempat umum?
Kenapa rok hanya “wajar”
untuk perempuan?
Atau, lho kok homoseksual dianggap tidak
nomal? Sakit? Bahkan mental illnes?
Beberapa pertanyaan
diatas dibahas oleh Foucault dalam rentetan genealogi pemikiranya yang
diringkas dengan apik oleh Seno Joko Suryono melalui Tubuh yang Rasis.
Tubuh dalam pandangan Foucault menjadi bagian yang esensial
untuk menjelaskan relasi-relasi kekuasaan Barat modern. Tubuh diyakini sebagai
tempat praktik kekuasaan lokal dan mikro dengan skala besar. Dalam hal ini,
Foucault jelas menolak anggapan tubuh sebagai kerangka yang natural dan
memiliki kebutuhan yang pasti. Sejalan dengan anggapannya tentang kekuasaan dan
rezim diskursif, genealogi Foucault tentang tubuh akan memperlihatkan bagaimana
relasi-relasi kekuasaan dan rezim ilmu pengetahuan melalui mekanisme
penundukan, dapat menguasai, mengontrol, mendikte tubuh manusia untuk menjadi
tubuh yang efektif dan produktif bagi sistem kapitalisme.
Paham kontrol tubuh atau dengan istilah lain politik
tubuh/biopolitic terjadi suatu
hegemoni tanpa kekerasan melalui kemunafikan superioritas rezim kebenaran dan
kesehatan seksualitas melalui dalih kesehatan, ketertertiban, dan kenormalan.
Dalam buku Tubuh yang Rasis oleh Seno Joko Suryono ini dapat disimpulkan bahwa
Foucault memandang tubuh sebagai sesuatu hal alami yang dikonstruksi sedemikian
rupa sehingga menimbulkan kepatutan-kepatutan perilaku tubuh. Ia menolak tubuh yang diperlakukan seperti
rak yang berisi norma, aturan, budaya, dan lain sebagainya sebagai bentuk
harapan sosial atas tubuh yang kemudian akan membatasi kekuasaan tubuh itu
sendiri.
Buku ini membahas tentang tahap genealogi Foucault tentang
pembentukan kontrol terhadap tubuh. Pembentukkan terhadap kontrol tubuh ini mucul
dalam dua tahap. Pertama, kontrol
terhadap tubuh untuk membentuk ekspresi luar pada tubuh, gerak-gerik fisikal
dan kinetik tubuh manusia Eropa modern. Kedua,
pembentukan atau kekuasaan yang menentukan gerak internal tubuh
masyarakat. Pada kontrol tubuh pertama,
terkait dengan lahirnya penjara sebagai penghukuman utama atau sebagai aparatus
sentral penghukuman Barat. Penjara tak hanya menjadi penghukuman murni
kriminalitas, namun lebih pada penghukuman bertendensi mengapresiasi individu.
Sebab, melalui penjara ada semacam proses koreksi, penyembuhan, kemudian
mentransformasikan individu dengan kata lain individualisasi. Sistem
penghukuman ini kemudian menyerupai ilmu pengetahuan yang menular pada
kehidupan sehari-hari masyarakat Barat, metode penghukumannya menjadi acuan
bagi penghukuman atau bahkan ajaran kehidupan sehari-hari.
Pada kontrol pembentukan masyarakat melalui tubuh
eksternal, masyarakat didisiplinkan melalui berbagai cara. Pertama, melalui distribusi ruang, tubuh ditempatkan pada
ruang-ruang tertentu berdasar karakter-karakter tertentu. Pemisahan ruang
membuat pengawasan terhadap tubuh lebih intens, dan gerak tubuh lebih terbatas,
dalam kasus hari ini layaknya distribusi ruang dalam bangsal rumah sakit,
hotel, pabrik tempat bekerja, dan lain sebagainya. Kedua, pendisiplinan melalui ketepatan waktu, biasanya masyarakat
diatur waktu atau jadwal kesehariannya. Hal ini dilakukan untuk mengatur ritme
aktivitas tubuh individu. Ketiga,
melalui modus administrasi di mana individu berkelompok sesuai taraf dan
kelompok, kemudian dievaluasi progres atau tidak adanya kemajuan dalam
kelompok. Keempat, komposisi dan
konfigurasi tenaga, artinya setiap individu berelasi dengan individu yang
lainnya berdasar kategori tersebut. Mirip militer yang memiliki seksi-seksi dan
divisi-divisi khusus untuk membuat kekuatan demi tujuan yang sama, menciptakan
kombinasi individu untuk menghasilkan produktivitas yang optimal. Penghukuman
atau kontrol baru seperti di atas, dimana tak berhubungan langsung dengan tubuh
manusia itu sendiri malah bisa menanamkan efeknya lebih dalam pada masyarakat.
Genealogi Foucault tentang kontrol tubuh yang kedua
adalah pengendalian atau pendisiplinan tubuh yang berpengaruh pada gerak
internal tubuh, dinyatakan Foucault sebagai rekayasa ilmiah seks. Rekayasa ini
membuat seksualitas bukan menjadi natural
given karena dikonstruk sedemikian rupa, bahkan hingga menimbulkan rasisme
tertentu. Kontrol terhadap seksualitas dimana bertujuan untuk membentuk
tumbuhnya kultur asketisisme pada tubuh. Represi semacam ini yang membuat
inferioritas pada seksual tubuh masyarakat. Dalam pembentukan gerak tubuh
internal manusia, ada empat pokok sasaran kontrol terhadap tubuh yang paling dasar.
Pertama, kontrol terhadap feminitas
perempuan. Demi menciptakan penataaan populasi yang unggul, tubuh perempuan
dikontrol melalui medis. Tubuh perempuan dianggap tubuh yang mudah terkena
histeristis, sehingga kegiatan seksual hanya dikonsentrasikan pada pembuatan
populasi yang unggul. Dengan konstruksi ini, tubuh perempuan dianggap sebagai
alat reproduksi. Kedua, kontrol
terhadap masa subur suami-istri dengan kebijakan-kebijaksan pengendalian
kesuburan untuk mengatur kelahiran. Ketiga,
kontrol terhadap tingkah laku seksualitas anak kecil. Kontrol ini ada arena
anggapan anak kecil belum memiliki keberesan seksual, sehingga tingkah seksual
anak paling tidak beralasan adalah onani yang dianggap dapat membahayakan
ketika dewasa. Keempat, kontrol
terhadap penyimpangan seksual. Segala bentuk tindakan seksual yang tidak
mematuhi petunjuk biologis tergolong sebagai penyimpangan, bahkan mental illness. Kebiasaan seksual yang
tak biasa dianggap sebagai ketidaknormalan. Homoseksual, seorang
sadokis/masokis, biseksual, dan lainnya dianggap sebagai golongan mental illness tersebut. Hal ini yang
membuat tubuh dianggap menjadi subjek paling rasis pada manusia, sebab kontrol
yang muncul baik secara internal atau eksternal akan menimbulkan parameter
baik-buruk, sehat-sakit, normal-abnormal.
Posting Komentar untuk "Mengurusi Otoritas Tubuh dalam Telaah Foucault "