Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sampah? Mau Sampai Kapan?

Oleh : Sri Budi Hastuti Mahasiswa Jurusan Biologi 2017
(Anggota Muda Divisi Konservasi Anagata Naraya UPL MPA Unsoed)

Siapa yang tidak mengenal sampah? Sampah ada dimana-mana dan sangat dekat dengan kehidupan manusia. Tidak hanya di Indonesia, sampah tetap menjadi suatu permasalahan di setiap negara. Setiap orang pasti memproduksi sampah setiap hari, baik sampah organik maupun anorganik. Tampaknya, persoalan tentang sampah tidak pernah usai. Kini sampah telah bertransformasi menjadi "bom waktu" yang siap meledak kapan saja.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Suyanto mengatakan, jumlah sampah di Banyumas setiap harinya bekisar enam ratus ton atau rata-rata 0,3 kilogram (kg) setiap kepala keluarga (KK) perharinya. Setiap hari ada enam puluh truk yang mengangkut sampah, empat puluh truk diantaranya berasal dari Purwokerto. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 55% yang dikelola sehingga masih ada 45% yang belum dikelola. Sampah yang dihasilkan masyarakat akan ditampung di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS). Kemudian, setiap hari sampah yang berada di TPS akan dipindahkan dan diangkut menggunakan truk besar ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Salah satu TPS di Banyumas yaitu TPS Karangkobar. Namun, TPS Karangkobar saat ini telah terjadi penumpukan sampah. Sampah tersebut meluber hingga ke dekat jalan raya. Hal ini dikarenakan luas TPST tidak mampu menampung sampah yang kian menumpuk. Penumpukan sampah yang terjadi  dikarenakan pengangkutan sampah yang tidak lagi dilakukan setiap hari, melainkan 2-3 hari sekali. Pengangkutan sampah yang tidak dilakukan setiap hari disebabkan penumpukan sampah di tempat pembuangan sampah akhir (TPA), misalnya di TPA Kaliori.

Setiap harinya, TPA Kaliori menerima sebanyak empat puluh truk yang dapat masuk. Namun, saat ini hanya diizinkan sebanyak lima belas truk setiap harinya. Hal tersebut disebabkan protes dari warga yang tinggal di sekitar TPA. Lokasi TPA Kaliori yang hanya berjarak 100-250 meter dengan permukiman membuat warga merasakan dampak seperti kerusakan tanah pertanian sehingga tidak bisa ditanami, tercemarnya sumur akibat air limbah yang ditimbulkan akibat keberadaan TPA tersebut.

Warga sekitar TPA Kaliori pernah melakukan aksi penutupan TPA  hingga membuat operasional terhenti sementara. Atas adanya aksi tersebut, warga bersama pemerintah membuat kesepakatan yang telah di tandatangani di atas materai, bahwa hanya lima belas truk yang dapat masuk ke TPA Kaliori setiap hari. Selain itu, pembuangan sampah ke TPA Kaliori hanya berlaku sampai akhir tahun 2018. Oleh karena itu, TPA Kaliori sudah tidak digunakan lagi.

Jika satu persatu TPA ditutup dan di TPS pun terjadi penumpukan, lalu kemana sampah-sampah tersebut dibuang? Sampai kapan sampah menjadi masalah? Tampaknya saat ini pemerintah Kabupaten Banyumas berada dalam darurat sampah namun belum memiliki solusi yang jitu dalam menanggulangi masalah sampah.

Tahun ini, Pemerintah Kabupaten Banyumas menutup semua TPA yang ada di Kabupaten Banyumas dan mengganti dengan TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) serta dianggarkannya dana APBD yang dialokasikan untuk pembuatan kolam lindi dan tempat daur ulang sampah di beberapa TPST dan TPA meskipun menghabiskan dana yang besar. Jika masyarakat hanya menunggu pemerintah dan tidak ada tindakan apapun, maka sampah akan semakin sulit dikendalikan. Tidak heran apabila terlihat pemandangan sampah menumpuk di beberapa tempat.

Mungkin sebagian orang berfikir, melalui proses pembakaran maka persoalan sampah sedikit demi sedikit teratasi. Memang benar apabila dilihat dari segi meminimalisir jumlah sampah. Namun, perlu diperhatikan dampak seperti pencemaran udara yang ditimbulkan akibat pembakaran sampah tersebut. Sebelum masalah sampah menjadi masalah sosial yang lebih parah, perlu dilakukan tindakan konkret dari pemerintah serta elemen masyarakat. Mulai dari memilah sampah organik dan anorganik, mendaur ulang sampah hingga menghasilkan sesuatu dari sampah tersebut. Sampah organik dapat didaur ulang menjadi pupuk kompos, sedangkan sampah anorganik dapat didaur ulang menjadi berbagai kerajinan tangan. Memang tidak mudah melakukan Reduce, Reuse, dan Recycle (3R), tetapi melalui tindakan tersebut akan mengurangi jumlah sampah yang kita hasilkan. Langkah mudah yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalisir penggunaan barang-barang yang berpotensi menghasilkan sampah.

#salamlestari

#uplmpaunsoed

 

Sumber data:

http://www.mongabay.co.id/2018/10/09/setelah-carut-marut-sampah-di-banyumas-bagaimana-komitmen-penanganannya/amp/

http://www.mongabay.co.id/2018/06/05/penanganan-sampah-di-banyumas-sebagai-kota-adipura-belum-tuntas-kenapa/amp/

https://m.liputan6.com/amp/3552311/lebaran-sudah-dekat-masalah-sampah-purwokerto-masih-darurat

 

Posting Komentar untuk "Sampah? Mau Sampai Kapan?"