Kampus Rawan Kekerasan Seksual, Unsoed Janji Tidak Akan Tinggal Diam
Ilustrasi Kekerasan Seksual di Kampus (Cahunsoedcom / Nadinta Zulfa) |
“Apabila
memang nantinya kasus ini tidak bisa dibawa ke ranah pidana, kami bisa
menjatuhkan sanksi berupa kode etik mahasiswa maupun kepegawaian kepada pelaku
sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Riris Ardhanariswari, Koordinator
Unit Layanan Pengaduan Kekerasan.
Purwokerto – Cahunsoed.com (3/11) Kekerasan seksual
menjadi salah satu fenomena yang saat ini marak terjadi, terutama di ranah
kampus. Fenomena ini juga didukung survei yang dirilis oleh Komnas Perempuan
dengan judul Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan. Survei
tersebut menyebutkan bahwa lingkungan pendidikan tinggi (universitas) meraih
angka 27% dari 51 kasus yang diadukan sepanjang 2015-2020. Kami juga
mendapatkan beberapa aduan dari mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman
(Unsoed) yang pernah mengalami kasus serupa. Aduan itu kemudian membuat LPM
Solidaritas berinisiatif mengadakan survei untuk mengetahui fenomena kasus
kekerasan seksual yang dialami oleh mahasiswa Unsoed.
Berdasarkan data yang kami himpun,
terdapat 52 laporan yang kami terima. Laporan tersebut berasal dari 22
responden sebagai penyintas dan 30 responden sebagai saksi. Dari data tersebut
kasus kekerasan seksual lebih rentan terjadi pada perempuan sebanyak 81%
sementara laki-laki sebesar 19%.
Secara kategori, 53% kasus merupakan
pelecehan secara verbal seperti candaan berbau seksual, dikirim gambar alat
kelamin, komentar penampilan dan lainnya menjadi fenomena yang paling sering
terjadi. Kemudian 34% kasus pelecehan secara fisik seperti dipegang bagian
tubuh, sentuhan secara sengaja menempati urutan kedua dan 11% lainnya mengalami
pelecehan secara isyarat seperti menatap dengan penuh napsu.
Selain itu, apabila dilihat dari
siapa pelaku kekerasan seksual, mahasiswa paling banyak menjadi
pelaku dengan persentase sebesar 61,5%. Adapun staf dan tenaga pendidikan
sebesar 11,5% dosen 10,3% dan lainnya sebanyak 17,5%. Dari data diatas, pelaku
yang didominasi oleh mahasiswa menunjukkan bahwa kekerasan seksual lebih rentan
terjadi diantara teman sebaya. Hal ini juga bersinggungan dengan hasil survei
dimana alasan para penyintas tidak melaporkan kasus yang dialami karena
menganggap hal tersebut (red : kekerasan seksual) adalah hal yang wajar, merasa
malu, dan adanya relasi kuasa. Meskipun demikian, sebanyak 63% penyintas masih
memiliki rasa ingin melaporkan kasus yang dialami.
[caption id="attachment_4800" align="aligncenter"
width="708"] Infografis hasil survei kekerasan
seksual di Unsoed (Adhytia Mahendra / Cahunsoed.com)[/caption]
Hal ini tentu menjadi ironi dan
perlu ditindak lanjuti. Riris Ardhanariswari selaku Koordinator Unit Layanan
dan Pengaduan Kekerasan (ULPK) mengatakan bahwa sebagai unit layanan, ULPK
berjanji akan memasifkan pemahaman mengenai kekerasan berbasis gender ke setiap
fakultas di Unsoed. Sedangkan dari sisi penegakan hukum, ULPK berkomitmen akan
terus mendampingi penyintas.
“Kami akan mendampingi hingga apa
yang diinginkan penyintas (red : korban) untuk pelaku tersampaikan,” ujarnya.
Ia pun menambahkan, “Apabila memang nantinya tidak bisa dibawa ke ranah pidana,
kami bisa menjatuhkan sanksi berupa kode etik mahasiswa maupun kepegawaian
kepada pelaku sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujarnya.
Tidak hanya itu, pendampingan para
penyintas pun akan melibatkan pihak psikolog apabila diperlukan. “Psikolog yang
tergabung di ULPK hanya saya. Tetapi apabila kebutuhan meningkat, kita bekerja
sama dengan psikolog lainnya di Unsoed,” ujar Diyah Woro Dwi Lestari menutup
perbincangan kami.
Reporter : Devi Noviani, Laksmi
Pradipta Amaranggana, Adhytia Mahendra
Penulis : Devi Noviani
Editor : Laksmi Pradipta Amaranggana
Posting Komentar untuk "Kampus Rawan Kekerasan Seksual, Unsoed Janji Tidak Akan Tinggal Diam"