Praktik Neoliberalism di Ranah Kampus
Masalah pendidikan di Indonesia, salah satunya komersialisasi pendidikan.
Komersialisasi menjadikan pendidikan seperti ‘dagangan’ yang kini lumrah di
institusi penyelenggara pendidikan. Pendidikan yang merupakan barang publik
berubah menjadi barang privat, karena hanya masyarakat kalangan atas yang dapat
mengakses. Tentunya, ini menjadi cerminan pilunya kondisi pendidikan di
Indonesia saat ini.
Komersialisasi pendidikan terus menghantui masyarakat golongan bawah.
Sulitnya mengakses pendidikan karena terkendala biaya dirasakan oleh
masyarakat. Sehingga harus rela menerima keadaan dan berkutat dengan kebodohan.
Bentuk-bentuk komersialisasi pun ada beberapa macam, salah satunya adalah
sistem uang pangkal. Kini, beberapa univeristas di Indonesia sudah menerapkan
sistem uang pangkal, misalnya Universitas Jenderal Soedirman. Penerapan
kebijakan uang pangkal menimbulkan permasalahan. Pendidikan yang seharusnya
menjadi hak setiap individu kini hanya dapat dirasakan hanya oleh golongan
tertentu.
Fungsi Pendidikan
Melihat dari fungsinya, pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan
proses pembudayaan, yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada
generasi baru yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga memajukan
serta mengembangkan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusiaan (Yanuarti,
2017). Pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara dan hak setiap
individu sesuai dengan Pasal 31 UUD 1945, kini menjadi suatu barang yang mahal
bagi kalangan masyarakat dengan ekonomi rendah, karena kapitalisme merenggut
hak setiap individu dengan skema sistem dan segala peraturan yang dibuat.
Bila ditarik secara lebih luas, sistem yang berjalan di Indonesia kini
merujuk pada praktik neoliberalisme, yakni skema yang dijalankan oleh
para kapitalis monopoli internasional demi mengintensifkan penetrasi kapitalnya
ke berbagai negeri. Kapitalis monopoli internasional mendesak peranan sektor
swasta (privat) semakin dibuka dan pergerakan kapital diberikan ruang
sebesar-besarnya tanpa hambatan. Selain itu, penghapusan regulasi yang
menghambat masuknya kapital juga menjadi bagian yang tidak terpisah. Sejalan
dengan apa yang dicetuskan oleh Anthony Giddens (Ritzer, 2012), esensi dari neoliberalism
adalah dengan menekankan tiga aspek utama, yaitu deregulasi atau pemangkasan
seluruh kebijakan dan aturan negara yang menghambat iklim investasi. Kedua,
liberalisasi atas seluruh aspek ekonomi, keuangan, dan perdagangan untuk
mendapatkan super profit. Dan yang terakhir, privatisasi (swastanisasi)
sektor-sektor publik demi memfasilitasi kapitalis monopoli internasional maupun
dalam negeri.
Implementasi dari skema neoliberalisme adalah liberalisasi dan privatisasi
seluruh sektor publik dan sendi kehidupan rakyat (Ritzer, 2012). Di Indonesia,
skema tersebut telah berjalan sejak lama dengan berbagai bentuk. Salah satunya
dalam sektor pendidikan, di mana kontrol dan dominasi imperialis di sektor
pendidikan telah berjalan lama. Secara sistematis, neoliberalisme merangsek di
sektor pendidikan sejak AS (Amerika Serikat) mengkonsolidasikan berbagai negeri
dalam WTO (World Trade Organization). WTO selanjutnya yang memayungi
berbagai macam perjanjian untuk meliberalisasi sektor perdagangan termasuk
sektor-sektor jasa dengan melahirkan General Agreement on Trade in Service (GATS)
dan Agreemenet on Trade Related Aspect of Intellectual Property Right
(TRIPs). WTO memposisikan pendidikan sebagai salah satu sektor yang di
perdagangkan (Kompasiana.com, 2018). Hal ini bertujuan untuk mengakumulasikan
keuntungan dari bisnis pendidikan dan menguasai seluruh produk hasil
penelitian.
Sementara itu melalui World Bank, imperialisme AS melakukan hal
yang tidak berbeda dengan WTO. Proyek tersebut mengusung tema “paradigma baru”
dalam dunia pendidikan. Pendidikan tidak lagi diposisikan sebagai bagian dari
tanggung jawab negara atau pemerintah untuk menyelenggarakannya. Tetapi,
pendidikan menjadi bagian dari sasaran bisnis dan investasi, serta menopang
kepentingan perusahaan besar melalui riset-risetnya (Swa.co.id, 2018). Skema
ini merupakan instrumen bagi imperialis AS untuk menjaga dominasinya di
berbagai negeri. Sehingga membentuk orientasi pendidikan yang ditunjukan untuk
melegitimasi seluruh skema ekonomi-politik yang menindas rakyat di berbagai
negeri (Kompasiana.com, 2014).
Transformasi Kebijakan Neoliberalism
Skema neoliberalism pendidikan yang sudah sangat terstruktur secara global
kemudian di transformasi kembali lewat kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
Indonesia dan otonomi kampus demi melancarkan sistem kapitalis. Dibuktikan
dengan adanya kebijakan Uang Pangkal di Unsoed berdasarkan Surat Keputusan
Rektor No. 945/UN23/PP.01.00/2018 yang memiliki landasan atau payung hukum
Permenristekdikti No 39 tahun 2017, tentang biaya kuliah tunggal dan uang
kuliah tunggal pada perguruan tinggi negeri. Sangat terlihat peran tertentu,
terutama pemerintah untuk tetap melegitimasi peran kapital di suatu negara. Hal
tersebut yang dinamakan “kapitalisme lanjut”. Kapitalisme Lanjut oleh
Marcuse (Darmadji, 2015) juga disebut “kapitalisme terorganisasi” atau
“kapitalisme yang diatur oleh negara”.
Dampak dari implementasi skema neoliberalisme adalah penindasan. Hal itulah
yang dikritisi oleh Paulo Freire karena adanya penindasan, mengakibatkan
lahirnya kebudayaan bisu, yakni munculnya ketidakberdayaan dan ketakutan untuk
mengeskpresikan pikiran dan perasaan sendiri (Freire, 2008).
Menurut Freire (Freire, 2008) tujuan utama pendidikan adalah
konsientisasi atau penyadaran. Yaitu, suatu proses di mana manusia
berpartisipasi secara kritis dalam aksi perubahan. Namun, ketika pendidikan
sulit untuk diakses menyebabkan mereka terbelenggu oleh kebodohan dan hegemoni
para penguasa. Sejalan pula dengan apa yang dikatakan oleh Pierre Bordieu (Sabri,
2015) dalam memahami konsep masyarakat adalah habitus and field, yaitu
strategi untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan. Dalam perspektif ini,
sosialisasi menjadi bentuk pengintegrasian habitus kelas. Mereproduksi kelas
sebagai kelompok yang memiliki kesamaan, dalam arti lain masyarakat dengan
ekonomi rendah dipaksa mengikuti gaya kelas atas melalui praktik-praktiknya.
Dikaitkan dengan subyek kajian, masyarakat miskin diharuskan membayar uang
pangkal dengan nominal yang tinggi. Dengan demikian, tidak disadari oleh
masyarakat miskin yang kemudian dianggap menjadi suatu kemampuan yang
kelihatannya alamiah dan berkembang namun nyatanya hanya memperburuk keadaan.
Berlakunya kebijakan uang pangkal menimbulkan banyak permasalahan, uang
pangkal yang disebut sebagai uang sumbangan penunjang pembelajaran hanyalah
salah satu bentuk implementasi dari adanya praktik neoliberalism. Kemudian,
pendidikan yang seharusnya bisa dirasakan oleh setiap individu, kini sulit
untuk diakses oleh golongan masyarakat miskin karena pendidikan dijadikan suatu
barang yang di komersialisasikan melalui sistem yang dijalankan.
Penulis : Ardi Ramadhan (Staf Penilitian dan Pengembangan LPM Solidaritas)
Sumber Pustaka:
Arismunandar, Satrio. “Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus,
Doxa dan Kekerasan Simbolik”. E-Jurnal, https://www.academia.edu/4915862/Pierre_Bourdieu_dan_Pemikirannya_tentang_Habitus_Doxa_dan_Kekerasan_Simbolik
(diakses pada 11 Januari 2021).
Darmadji, Agus. “Herbert Marcuse Tentang Masyarakat Satu Dimensi”.
E-Jurnal, http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ilmuushuluddin/article/download/1027/917
pada 11 Januari 2021. (diakses pada 11 Januari 2021).
Faturahmah, Laili (2018, 20 November). GATS Menjadi Legitimasi Jual Beli
Pendidikan. Dikutip 11 Januari 2021 dari Kompasiana: https://www.kompasiana.com/lailiisnaf/5bf42083aeebe119cd7494e9/gats-menjadi-legitimasi-jual-beli-pendidikan
Freire, Paulo. 2008, Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: Pustaka
LP3ES Indonesia.
Rani, Fildzha ( 2018, 7 Juli). Proses Singkat Perumusan Uang Pangkal.
Dikutip 11 Januari 2021 dari Cahunsoed.com: https://cahunsoed.com/proses-singkat-perumusan-uang-pangkal/
Ritzer, George. 2012, Teori Sosiologi edisi ke-8. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Setyawan,Yogi (2014, 14 April). Herbet Marcuse: Teori Kritis, Kapitalisme Lanjut, dan Dimensi Tunggal. Dikutip 11 Januari 2021 dari Kompasiana: https://www.kompasiana.com/yogifebri14/54f7a773a33311991d8b46bb/herbet-marcuse-teori-kritis-kapitalisme-lanjut-dan-dimensi-tunggal?page=all
Posting Komentar untuk "Praktik Neoliberalism di Ranah Kampus"