Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tiga Tahun Berdiri, Bimbingan Konseling Unsoed Masih Belum Optimal

 

Infografis efektifitas peran BK Unsoed (Cahunsoedcom / Naba Hudani)

Universitas seharusnya memiliki peran besar terhadap kesehatan mental mahasiswa. Lalu, apakah penyediaan layanan Bimbingan Konseling Unsoed sudah maksimal?

Permasalahan kesehatan mental menjadi isu yang hangat diperbincangkan belakangan ini. Terlebih semenjak pandemi permasalahan tersebut mengalami peningkatan di seluruh elemen masyarakat, tak terkecuali di tataran mahasiswa. Sistem pembelajaran yang berubah menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya permasalahan tersebut. Fenomena ini didukung oleh hasil survei dari Badan Pengembangan dan Pengkajian Keilmuan Nasional Ikatan Lembaga Mahasiswa Psikologi Indonesia (ILMPI) periode 2019—2020, menyebutkan dari total 4.485 responden, 32,7% mengalami rasa cemas, 27,5% mengalami kelelahan berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas, dan 20,2% mengalami sedih hingga mengganggu aktivitas.

Menanggapi permasalahan yang ada, kami dari LPM Solidaritas mencari lebih dalam mengenai permasalahan kesehatan mental yang dialami oleh mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Kami pun menemukan beberapa mahasiswa yang mengalami permasalahan terkait kesehatan mentalnya. Salah satunya Alanish Shannia Tobing, mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan 2016.

“Dulu waktu aku semester lima, aku mengalaminya (red: kesehatan mental). Aku sempat tertekan sampai akhirnya aku ada di titik puncak kemarahan dan putus asa sama keadaan. Ya, singkat cerita aku mengisolasi diri dan menghindari obrolan dengan orang lain,” ujarnya.

Tidak hanya itu, mahasiswi yang kerap dipanggil Elen ini merasa pandemi juga memengaruhi kesehatan mentalnya. “Setelah isolasi, aku berusaha buat menenangkan diri dengan melakukan berbagai kegiatan. Tetapi secara emosinal dan pikiran tidak sembuh begitu saja. Namun, saat masih dalam proses pemulihan itu, pandemi menuntut untuk adaptasi dengan sistem pembelajaran yang berubah. Aku merasa kesepian karena sebelumnya biasa beraktivitas di luar dengan teman-teman,” tambahnya.

Di Unsoed sendiri telah tersedia wadah yang concern terhadap kesehatan mental, yaitu Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) Aksiologi. Informasi yang kami peroleh dari pihak PIK-R menyatakan bahwa tahun 2020 ada sepuluh laporan mahasiswa yang mengalami permasalahan kesehatan mental.

Selain itu, Unsoed pun menyediakan layanan konsultasi Bimbingan Konseling (BK). Layanan ini tersedia dengan adanya konselor di setiap fakultas. Namun, keberadaan BK Unsoed ternyata belum terasa perannya oleh mahasiswa. Bahkan, sebagian mahasiswa tidak mengetahui keberadaan BK Unsoed.

“Selama hampir 4 tahun kuliah, saya hanya konsultasi dengan Pembimbing Akademik (PA). Itu juga sebatas bahasan akademik. Permasalahan kesehatan mental secara umum tidak dibahas,” ujar Andrian Gustiana, Mahasiswa FISIP angkatan 2017.

Tidak hanya Andrian, mahasiswa lain pun merasakan hal yang sama. “Tidak, saya tidak mengetahui keberadaan BK. Memangnya ada ya di Unsoed?” ujar Kevin Farel, mahasiswa Fakultas Pertanian 2018.

Terkait keberadaan BK yang jarang diketahui mahasiswa, Konselor Fakultas Biologi Unsoed, Muhamad Riza Chamadi mengakui bahwa pelayanan BK Unsoed belum optimal. “Untuk program kerja BK, ada tiga klasifikasi, yaitu terkait penyesuaian sistem belajar untuk mahasiswa baru, permasalahan mahasiswa aktif, serta permasalahan mahasiswa akhir. Ketiganya belum optimal, termasuk dengan publikasi untuk BK Unsoed,” ujarnya.

Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Konselor FISIP, Mintarti, bahwa layanan BK belum optimal karena kurangnya SDM yang kompeten. Dari dua belas konselor, hanya dua yang berlatar belakang psikologi. “Untuk konselor yang memiliki background pendidikan psikologi hanya ada di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Biologi,” ujar Mintarti, Konselor FISIP.

Tidak hanya itu, orientasi Unsoed dalam membuat layanan BK hanya sebatas mengejar nilai tambah dalam penilaian akreditasi. “Adanya bimbingan konseling di perguruan tinggi ini menjadi salah satu nilai tambah dalam penilaian akreditasi".

Selain dari sisi kebijakan universitas, dari BEM tiap fakultas pun belum mengakomodir terkait permasalahan kesehatan mental di kalangan mahasiswa. Salah satunya pernyataan dari Presiden BEM Fakutas Teknik 2021, Kiki Faturrohman yang mengakui hal tersebut “Belum ada yang secara khusus untuk concern ke bidang kesehatan mental mahasiswa,” ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Presiden BEM Keluarga Besar Mahasiswa Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan (KBMIK) Unsoed 2020, Hafiz Ma’arif Zarkasih, bahwa kesehatan mental belum menjadi fokus isu utama. “Yang kami advokasikan adalah mengenai hal-hal yang dikeluhkan oleh mahasiswa. Jadi kami memakai skala prioritas,” ujarnya.

Dari kompleksitas permasalahan yang ada, Psikolog Klinis Profesional Yayasan Pulih, Cantyo Atindriyo Dannisworo, memberi kritikan. Menurutnya, permasalahan kesehatan mental merupakan isu yang penting dan perlu diperhatikan. Oleh karena itu, semestinya Unsoed lebih maksimal dalam pelayanan dan peduli dengan kesehatan mental mahasiswanya. Terlebih, universitas sebagai lembaga yang wajib mewadahi permasalahan mahasiswanya.

“Universitas harusnya dapat berperan besar dalam mengatasi permasalahan kesehatan mental. Karena mahasiswa butuh support. Terlebih di tengah kondisi pandemi, memungkinkan mahasiswa mengalami permasalahan kesehatan mental. Jadi, sebelum kondisinya 'parah' sudah ada penanganan." ujarnya.

Ia juga memberikan saran terkait dengan perbaikan untuk pelayanan tentang kesehatan mental bagi mahasiswa. “Pelayanan ini (red: kesehatan mental) bisa dilakukan dengan penyediaan layanan konseling secara gratis bagi mahasiswa, tentu dengan sosialisasi yang baik agar banyak yang mengetahui," tambahnya.


Reporter: Mg-Laely Arifah, Mg-Fildzah Lathifah, Mg-Silvia Sulistiara

Penulis: Mg-Silvia Sulistiara

Editor: Devi Noviani

Posting Komentar untuk "Tiga Tahun Berdiri, Bimbingan Konseling Unsoed Masih Belum Optimal"