Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Trending Twitter: Tipu Daya Sosial Media, Masih Percaya?


Ilustrasi (Cahunsoedcom / Nadinta Zulfa)

Belakangan ini sosial media menjadi sangat akrab dengan keberadaan masyarakat Indonesia, termasuk Twitter. Twitter merupakan salah satu sosial media yang populer di Indonesia. Dilansir dari laman resmi Menkominfo RI, pengguna Twitter di Indonesia mencapai 63 juta, bahkan menempati peringkat 5 pengguna Twitter terbesar di dunia. Tidak hanya like dan comment, berbagai aktivitas lain juga dilakukan oleh para pengguna Twitter, salah satunya adalah ikut meramaikan trending topic melalui kicauan (tweet; twit).

Dari jutaan pengguna Twitter, beberapa diantaranya pasti pernah atau bahkan tidak jarang ikut meramaikan trending topic Twitter. Sementara di sisi lain, sebagian masyarakat pun meyakini bahwa apa yang menjadi trending topic adalah sesuatu yang benar dan dapat dipercaya. Padahal, ternyata trending topic Twitter itu juga dapat dimanipuasi, tentu untuk tujuan-tujuan tertentu.

Peneliti dari Swiss Federal Institute of Technology di Lausanne (EPFL) menemukan kejanggalan algoritma trending topic di Twitter. Seperti yang kita tahu, topik yang sedang trending di Twitter ditentukan oleh kata kunci yang dibicarakan atau di-twit oleh banyak akun. Namun, Twitter tidak mempertimbangkan apakah beberapa twit itu telah dihapus saat menemukan kata kunci mana yang akan menjadi trending. Hal ini tentunya mengakibatkan penyerang (atau pihak yang sengaja merancang topik) dapat mendorong topik ke atas menempati daftar trending Twitter, lalu menghapus bukti twit yang manipulasi tersebut.

Skema itu seringkali disebut “Ephemeral Astroturfing” oleh para peneliti. Para “penyerang” menggunakan bot dan akun yang telah disusupi, lalu mempromosikan kata kunci atau topik yang dipilih secara terkoordinasi agar terlihat populer dan dibicarakan banyak orang. Trending di-refresh setiap 5 menit oleh Twitter, sistem akan membaca twit-twit yang telah muncul. Para “penyerang” itu lalu menghapus twit-twit yang sudah terbaca dalam interval waktu tersebut. Algoritma Twitter terus membaca tanpa memeriksa apakah twit tersebut masih eksis atau telah dihapus.

Tim peneliti telah memberitahu pihak Twitter dua kali terkait permasalahan ini. Pihak Twitter telah mengetahui adanya serangan manipulasi trending topic, tetapi tim peneliti mengklaim “celah” eror ini belum juga diperbaiki. Manipulasi trending topic Twitter mempunyai dampak serius karena dapat memengaruhi pola pikir publik dan persebaran informasi, khususnya bagi masyarakat Indonesia yang meyakini bahwa apa yang menjadi trending topic adalah sesuatu yang benar dan dapat dipercaya. Fenomena ini berkaitan dengan post truth. Oxford mendefinisikan post truth sebagai kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh terhadap pembentukan opini masyarakat dibandingkan dengan emosi dan keyakinan personal. Singkatnya, post truth adalah era di mana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran.

Tidak bisa dimungkiri bahwa media sosial, termasuk Twitter, membuat informasi jadi jauh lebih riuh dan bising. Setiap menit akan selalu ada twit baru yang di-update. Saat ini putaran informasi bergerak secepat itu. Berubah, bergerak, bertambah, dan berkembang biak. Arus ini yang kemudian dimanfaatkan oleh kebohongan-kebohongan buatan yang akhirnya membuat seseorang merasa bahwa kebohongan tersebut adalah kebenaran. Di situlah letak bahaya post truth: seseorang menjadi susah membedakan mana informasi yang benar dan tidak. Biasanya, post truth dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

Sama halnya hoax, korban post truth adalah orang-orang yang enggan untuk menyimak, dan cenderung percaya apa yang ramai dibicarakan (trending). Dengan menebarkan bibit-bibit hoax dalam pusaran arus informasi yang cepat, orang akan mengira bahwa berita itu benar. Kesimpangsiuran informasi dan susahnya membedakan mana fakta dan bukan ini, sedikit banyak membuat kita memiliki keraguan terhadap kevalidan sumber informasi. Dapat disimpulkan bahwa post truth tidak akan lepas dari trending Twitter yang ternyata juga dapat dimanipulasi, karena post truth pun bekerja sama dengan filter bubble, yaitu algoritma yang dibuat oleh sosial media, termasuk Twitter, untuk menyuguhkan informasi “sesuai dengan yang kita suka saja”.

Masih sepenuhnya percaya dengan trending topic Twitter yang dapat dimanipulasi juga?

Lantas bagaimana cara menyikapinya? Dalam menghadapi situasi tersebut salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan cara bersikap dan bertindak lebih kritis, cari tahu suatu informasi dari berbagai sisi dan sudut pandang, jangan mudah percaya mentah-mentah dengan berita atau opini yang berkeliaran di Twitter. Hal itu karena banyak akun-akun palsu bertebaran yang dibuat dengan tujuan tertentu. Intinya satu: bijak di dunia maya.

 

Penulis: Silvia Sulistiara

Editor: Anisa PMC, Rafli Nugraha

*) Opini kolumnis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera

 

Referensi:

Immaduddin, Firman. 2020. “Kebohongan Post-Truth”. REMOTIVI.

Keyes, Ralph. 2004. The Post Truth Era: Dishonesty and Deception in Contemporary Life. St. Martin's Press: New York.

Kusumawati. Noer Qomariah. 2021. Peneliti: Twitter Trends Memungkinkan Dimanipulasi. REPUBLIKA.ID.

Posting Komentar untuk "Trending Twitter: Tipu Daya Sosial Media, Masih Percaya?"