MBKM Magang: Praktik Kerja atau Sukarela?
Ilustrasi penggambaran opini MBKM magang di Unsoed (Cahunsoedcom / Nadinta Zulfa) |
“Berenang di laut lepas!” Itulah yang dikatakan oleh Menteri Pendidikan
Indonesia, Nadiem Makarim, ketika berbicara tentang Merdeka Belajar – Kampus
Merdeka (MBKM). Akan tetapi, apakah laut lepas yang dianggap akan menguji
“kemahiran berenang” para mahasiswa ini selayaknya laut lepas pada umumnya,
atau justru berupa laut lepas dengan deraian ombak besar dan badai kencang?
Bagaimanakah Universitas Jenderal Soedirman membekali para mahasiswa yang
mengikuti program MBKM magang untuk menghadapinya?
Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran di luar perguruan tinggi, salah
satu bentuk kegiatan yang ditawarkan adalah magang atau pelatihan kerja di
suatu industri atau tempat lainnya. Kemendikbud RI meluncurkan program MBKM ini
dengan harapan mampu meningkatkan kompetensi dan kesiapan kerja para mahasiswa.
Sebagaimana yang tercantum dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 21 ayat 1, bahwa
pelatihan kerja dapat diselenggarkan melalui sistem permagangan. Kegiatan MBKM
magang ini memiliki kurun waktu selama 1 – 2 semester serta memiliki kontrak
kerja atau MoU yang jelas dari universitas dan instansi mitra universitas.
Pada pelaksanaannya, program MBKM magang di Unsoed tak luput dari
permasalahan, yaitu ketidaksiapan Unsoed dalam menjalankan program MBKM magang.
Beberapa keluhan para mahasiswa yang mengikuti program MBKM magang berdasarkan
hasil survei Litbang LPM Solidaritas juga mencerminkan ketidaksiapan Unsoed
dalam program MBKM magang tersebut. Keluhan tersebut antara lain pengenalan dan
sosialisasi program magang yang kurang maksimal, adanya kesalahan dalam
pendataan, uang saku berupa uang makan dan transportasi yang tidak didapatkan
oleh mahasiswa, dan tidak adanya hak WFH (work from home).
Platform yang digunakan untuk memberikan informasi program MBKM
magang dilakukan secara online. Adapun fakultas yang hanya menerima
informasi sebanyak satu kali dan tidak mendapatkan informasi lanjutan. Selain
itu, permasalahan terkait sosialisasi program magang bukan hanya terjadi di
kalangan mahasiswa, melainkan terjadi pula di kalangan dosen yang sudah
seharusnya menjadi informan. Hal ini terlihat ketika mahasiswa ingin mencari
informasi teknis terkait program magang, dosen mengarahkannya kepada korprodi
untuk mendapatkan informasi lebih lanjut karena dosen tersebut kurang memahami
informasi mengenai regulasi universitas dan perencanaan program magang.
Sosialisasi terkait hak peserta magang di Unsoed juga belum tersampaikan.
Peserta magang yang seharusnya mendapatkan hak seperti yang tercantum dalam
Pasal 10 ayat 2 Permenaker 6/2020 tentang Hak dan Kewajiban Permagangan
terutama mengenai jangka waktu dan besaran uang saku masih dipertanyakan. Pihak
jurusan juga mengaku bahwa mereka tidak mendapatkan informasi terkait hak uang
saku yang diberikan kepada peserta magang.
Terlihat jelas bahwa Unsoed belum mempersiapkan program MBKM magang secara
matang sehingga informasinya dirasa masih bersifat simpang siur dan kompensasi
yang didapatkan mahasiswa menjadi tidak sesuai dengan apa yang mereka jalani.
Dapat disimpulkan bahwa sosialisasi yang dilakukan masih kurang optimal dan
tidak bersifat menyeluruh.
Sosialisasi yang kurang optimal mengakibatkan beberapa mahasiswa magang
tidak mengetahui hak-hak yang harus diperjuangkan oleh mereka. Hal ini membuka
celah kepada oknum perusahaan yang ingin memanfaatkan tenaga kerja mahasiswa
untuk menekan biaya perusahaan dengan berbagai hal di luar ketentuan awal,
seperti jam kerja harian yang berlebihan, bekerja di hari libur, dan peserta magang
yang tidak mendapatkan hak WFH seperti karyawan tetap. Permasalahan tersebut
dikhawatirkan menjadi sebuah keuntungan bagi oknum industri yang memanfaatkan
para peserta magang secara tidak benar. Hal ini juga dapat menjadi salah satu
faktor kemungkinan terjadinya pendidikan kapitalistik dan orientasi yang
berpaku kepada bidang industri.
MBKM magang ini sebetulnya telah memenuhi prinsip pedagogi Decroly mengenai arbeitschule
terkait instansi pendidikan sebagai simulator bekerja. Akan tetapi, sudah seharusnya
para mahasiswa magang mendapatkan sosialisasi menyeluruh, dukungan baik moral
maupun material, serta menerima hak-hak peserta magang yang akan mewujudkan
keadilan antara dua belah pihak. Untuk memaksimalkan program MBKM magang
tersebut, Universitas Jenderal Soedirman diharapkan segera melakukan evaluasi
dan perbaikan dalam penerapan kebijakan MBKM dengan tujuan menciptakan
keseimbangan seluruh pihak dan mencapai esensi pembelajaran sesuai ketentuan
program magang Merdeka Belajar – Kampus Merdeka.
Reporter: Alpranola Azzahra, Anisa P M C, Rafli Nugraha, Muhammad Hanan
F, Muhammad Zein
Penulis: Anisa P M C
Editor: Rafli Nugraha
*) Opini kolumnis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera
Referensi:
Kemdikbud RI. Buku Panduan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Diperoleh dari
http://dikti.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2020/04/Buku-Panduan-Merdeka-Belajar-Kampus-Merdeka-2020
Kemendikbud RI. Program Bantuan Program Studi Menjadi Model Center Of
Excellence
Merdeka Belajar – Kampus Merdeka. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. Diperoleh dari https://www.umko.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/Panduan-CoE-MBKM-2021-Final.pdf
Kemendikbud RI. 2020, 26 Januari. Merdeka Belajar Episode 2: "Kampus Merdeka" [Video]. https://www.youtube.com/watch?v=xoQSlZSUUhI
Posting Komentar untuk "MBKM Magang: Praktik Kerja atau Sukarela?"