Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jerit Masyarakat Banyumas terhadap Harga Barang yang Merangkak Naik

Ilustrasi Kenaikan Harga Barang (Cahunsoedcom/Irgi Bagus)

Beberapa bulan terakhir, masyarakat dihebohkan dengan kelangkaan serta kenaikan harga minyak goreng yang mencapai dua kali lipat dari harga sebelumnya. Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, angkat bicara mengenai masalah tersebut yang kemudian menjadi kontroversi karena menyatakan bahwa kenaikan harga tersebut adalah ulah mafia serta panic buying dari masyarakat. “Ada orang-orang yang tidak sepatutnya mendapatkan hasil minyak goreng. Misalnya minyak goreng yang seharusnya jadi konsumsi masyarakat masuk ke industri atau diselundupkan ke luar negeri,” ujar Muhammad Lutfi. “Saya imbau masyarakat tidak perlu panic buying. Beli secukupnya,” lanjutnya, dikutip dari Kompas.com.

Selain minyak goreng, beberapa barang pokok lain juga mengalami kenaikan harga. Seperti halnya kedelai yang naik dari Rp9.600 menjadi Rp10.300 per kg. Gula pasir lokal naik dari Rp14.200 menjadi Rp14.350 per kg. Daging sapi di pasaran naik dari Rp125.000 menjadi Rp130.000 per kg. BBM non subsidi naik Rp1.500 per liter untuk pertamax turbo dan naik Rp2.650 per liter untuk dexlite. Terakhir, gas elpiji non subsidi juga mengalami kenaikan dari Rp13.500 menjadi Rp15.500 per kg.

Menurut Bank Indonesia, harga barang yang terus naik dan meluas ke kenaikan harga lainnya akan menjadi salah satu penyebab ketidakstabilan inflasi. Inflasi yaitu kenaikan harga barang secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Inflasi haruslah rendah dan stabil untuk pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Apabila inflasi tinggi terjadi, masyarakat akan semakin terbebani dengan kenaikan harga barang dan pendapatan riil yang menurun.

Di pasaran Banyumas, khususnya di Purwokerto, kenaikan harga minyak goreng serta sulit ditemukannya keberadaan gula pasir menjadi hal yang mencolok. Tidak dapat dimungkiri, keduanya merupakan bahan pokok yang wajib ada di setiap rumah. Akibatnya, para pemilik usaha sembako mau tidak mau harus menambah modal agar mendapatkan barang dari supplier. Sama halnya seperti yang dialami oleh Timbul, pemilik Toko Sembako ‘Nisa’ di Grendeng, Purwokerto Utara. “Ya masalah dampak sih sebenarnya terasa tapi tidak yang terasa langsung, hanya mungkin harus ada penambahan modal,” ujarnya.

Di sisi lain, dampak yang dirasakan pihak konsumen yaitu harus menambah uang belanja, karena sulit untuk mengurangi pemakaian barang atau bahan pokok. Mereka juga lebih memilih untuk membeli barang yang biasa mereka beli, meskipun harus merogoh kocek lebih, terutama para ibu rumah tangga. “Yang dibeli ya yang biasa dipake mba, kalau mengurangi ngga bisa mba, soalnya anggota keluarganya banyak jadi ya paling uang belanjanya jadi naik, ngga kayak sebelumnya,” ujar Oka, seorang ibu rumah tangga. 

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh LPM Solidaritas terkait kenaikan harga barang, dengan responden sebanyak 81,5% mahasiswa, 7,4% wiraswasta, 3,7% buruh, 3,7% freelancer, dan 3,7% lainnya, dengan adanya kenaikan harga barang di pasaran, kebanyakan dari mereka menjawab akan beralih ke barang yang lebih murah dan apabila memiliki dana lebih mereka akan membeli barang yang biasa dibeli. 

Untuk meringankan persoalan mengenai kenaikan harga barang terutama minyak goreng, pemerintah akan memberikan BLT minyak goreng dalam bentuk uang sebesar Rp100.000 untuk 3 bulan. BLT tersebut rencananya akan diberikan untuk 3 bulan sekaligus. Artinya masyarakat akan menerima bantuan sebesar Rp300.000. Bantuan ini akan diberikan mulai April 2022. 

Dari website resmi Kementerian Keuangan, pemberian BLT minyak goreng disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo. “Bantuan itu akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta 2,5 juta Pedagang Kaki Lima yang berjualan makanan gorengan,” jelas Presiden Joko Widodo. 

Dari banyaknya barang pokok yang naik tentunya memberikan dampak yang besar kepada seluruh masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat di Banyumas. Mereka harus menambah modal untuk usaha, menambah uang belanja, serta menghemat dan beralih ke barang lain yang belum tentu ada stoknya di pasaran. 

Dengan hadirnya bantuan berupa BLT minyak goreng, diharapkan dapat sedikit meringankan beban masyarakat yang merasa terbebani dengan kenaikan harga minyak goreng dan bahan pokok lainnya. 


Reporter: Yulma Rosmawati, Martina Novalia

Penulis: Yulma Rosmawati

Editor: Anisa PMC


Posting Komentar untuk "Jerit Masyarakat Banyumas terhadap Harga Barang yang Merangkak Naik"