Program MBKM Tinggi Peminat, Bagaimana Dampak Regenerasi Organisasi?
(Cahunsoedcom/Eline Ivanna) |
Jalannya roda organisasi kampus kini mulai menghadapi tantangan, khususnya bagi UKM/HMJ di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Tingginya minat mahasiswa mengikuti program MBKM berdampak pada keberlangsungan organisasi yang ada di Unsoed. Sejak program MBKM diberlakukan pada tahun 2020, peminat untuk fokus berorganisasi mulai berkurang.
Perubahan karena adanya program MBKM ini dirasakan oleh beberapa ketua UKM/HMJ. Seperti yang diutarakan oleh Ketua Komahi FISIP Unsoed periode 2022, Athallah Bima, menjelaskan beberapa perubahan yang dirasakan Komahi karena MBKM. “Sejak ada MBKM, sumber daya manusia berkurang karena mereka mengikuti beberapa program MBKM, seperti pertukaran pelajar yang mengharuskan mereka jauh dari kampus. Kalau kehilangan anggota itu akan terasa sekali dampaknya ke Komahi,” tuturnya.
Hal yang sama dirasakan oleh Hendy Nabil Rais, Ketua Himakom FISIP Unsoed Tahun 2022 yang menceritakan kondisi kaderisasi dalam himpunannya, “Beberapa anggota ada yang tidak mau melanjutkan fokusnya di organisasi dan lebih memilih untuk fokus mengikuti magang sehingga regenerasi pimpinan berubah, langsung turun ke angkatan 2020 bukan angkatan 2019 terlebih dahulu.”
Berbeda dengan UKM Remoef, dari hasil wawancara dengan ketua UKM, dia mengatakan bahwa MBKM tidak terlalu mengganggu regenerasi. Berpengaruh terhadap segi kuantitas SDM-nya saja, untuk yang lainnya masih bisa teratasi. “Kalau untuk MBKM, paling berpengaruh ke anak-anaknya saja dan proker yang jadi agak terlambat,” ujar Pandu, Ketua Remoef FISIP Unsoed.
Di samping itu, berdasarkan survei LPM Solidaritas tentang peminat antara ikut program MBKM dan aktif berorganisasi yang dilakukan pada bulan September 2022, diperoleh hasil persentase program MBKM lebih tinggi hampir 4 kali lipat dari pada persentase peminat organisasi kampus. Peminat program MBKM menunjukan hasil angka 79,5% sedangkan peminat untuk aktif organisasi menunjukan angka 20,5%. Dari data survei tersebut, dapat dilihat pula rasionalisasi mahasiswa yang mengisi survei atas kecenderungan mereka terhadap program MBKM di antaranya adalah benefit yang ditawarkan program MBKM dianggap lebih menguntungkan bagi mereka, baik ke ranah akademik maupun persiapan karir. Jika melihat fakta tersebut, kini apakah program MBKM tersebut benar-benar menjadi penghalang bagi keberlanjutan organisasi mahasiswa di kampus?
Program MBKM sebetulnya dibentuk untuk mendukung pengembangan diri mahasiswa, hanya saja perubahan skala prioritas mahasiswa karena munculnya program ini menjadi kendala tersendiri bagi organisasi. MBKM menjadi program pemerintah yang diperhitungkan bagi mahasiswa karena memberi manfaat yang baik adanya dalam carrier exploration. Begitu banyak keuntungan yang didapatkan apabila mengikuti program ini. Karena itu lah, program MBKM ini lebih diminati mahasiswa ketimbang menekuni kegiatan organisasi kampusnya.
Terkait itu, Ketua Komahi memberikan tanggapan bahwa sebenarnya program MBKM bukan sebuah penghalang untuk tetap aktif dalam organisasi kampus, “Dari aku sendiri, sebenarnya ingin mencontohkan ke yang lain kalau ternyata bisa kok menjalankan keduanya, MBKM dan organisasi. Jadi tergantung manajemen waktu individunya saja,” tuturnya.
Kebanyakan para ketua UKM/HMJ di Unsoed punya harapan agar jalannya organisasi di kampus ini tetap terjaga lancar di samping adanya program MBKM untuk mahasiswa. Organisasi seperti HMJ dan UKM tetap menjadi wadah yang diperhitungkan mahasiswa untuk berproses dan berkembang selama berkuliah.
Posting Komentar untuk "Program MBKM Tinggi Peminat, Bagaimana Dampak Regenerasi Organisasi?"