Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Polemik Penanganan Kasus Kekerasan Seksual: Korban Bantah Temuan Internal BEM Unsoed

Cahunsoedcom/Nurfadilla Alya Kirana

Purwokerto, Cahunsoedcom – Isu dugaan pengabaian kerahasiaan identitas korban kekerasan seksual kembali mencuat di lingkungan kampus Unsoed. Kali ini, sorotan tertuju pada Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsoed yang dinilai abai dalam menjalankan prinsip perlindungan korban, terutama dalam menjaga privasi, persetujuan, dan kerahasiaan informasi.

Perbincangan di media sosial X dan Instagram mengungkap dugaan bahwa sejumlah petinggi BEM terlibat dalam pergunjingan penyintas kekerasan seksual dalam forum informal. Situasi ini memicu desakan agar para petinggi yang disebut bertanggung jawab atas dugaan pereduksian kasus yang terjadi pada tahun lalu, memberikan klarifikasi sekaligus pertanggungjawaban.

Kesaksian Saksi Pelapor Terkait Etika Feminisme

Isu bermula dari dugaan bahwa seorang petinggi BEM mengetahui identitas penyintas secara informal, padahal tidak memiliki kewenangan maupun konsen dari korban. Yasmin Awalia Eveline, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2023, yang turut melaporkan kasus ini tahun lalu kepada Satgas BPK, memberikan kesaksian terkait hal tersebut.

“Anak BEM yang sekarang ini menceritakan bahwa dia diberitahu ada korban kekerasan seksual di tahun lalu, yang mana seharusnya dia tidak boleh tahu karena posisinya tidak konsen, dan dia seharusnya tidak diberitahu juga karena tidak berdasarkan etika feminis ya, kalau kita pelajari korban itu harus dirahasiakan,” ujar Yasmin (2/7/2025).

Keterangan Rekan Penyintas soal Dugaan Pergunjingan

Isu berkembang dengan menyebut adanya forum informal antara beberapa pejabat BEM Unsoed yang membicarakan penyintas. Sydney, mahasiswa Hubungan Internasional 2023, yang merupakan rekan dekat penyintas, memberikan keterangan secara rinci mengenai nama-nama yang disebut dalam perbincangan tersebut.

“Biasanya siapa aja yang ngomongin? Disebutlah Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan, Wakil Menteri Anstrat, Wakil Menteri Akspro, Menteri Politik Pergerakan dan juga Presbem Unsoed. Mungkin tidak semua yang disebutkan menggunjing, tapi pada akhirnya karena mereka ini adalah pimpinan,” terang Sydney (11/7/2025).

Klarifikasi dari Menteri Politik Pergerakan BEM Unsoed

Menanggapi isu yang semakin berkembang di publik, Menteri Politik Pergerakan BEM Unsoed, Immanuel Sihombing, menjelaskan lebih lanjut dalam pernyataan resmi (8/7/2025) bahwa forum yang dimaksud sebenarnya merupakan forum koordinasi antara pejabat internal Kementerian Pemberdayaan Perempuan, bukan forum pergunjingan.

“Setelah kita melakukan penelusuran secara internal forum yang dimaksud itu adalah forum ketika Menteri Pemberdayaan Perempuan dan juga Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan itu bertemu untuk membahas perihal aduan seperti itu. Jadi perihal penggunjing itu tidak benar karena memang konteks dari forum tersebut adalah penyampaian aduan,” ujar Immanuel.

Ia juga menegaskan bahwa hanya ada tiga orang yang hadir dalam forum tersebut, termasuk dirinya, dan memastikan bahwa tidak ada tindakan pergunjingan.

“Dan kemudian di forum tersebut juga hanya dihadiri oleh tiga orang, yakni adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan, dan juga Menkopolper itu sendiri. Dan ya di situ terdapat saya juga,” tambahnya.

Selain itu, ia juga menanggapi tuntutan permintaan maaf terbuka yang disepakati dalam forum diskusi 5 Juli, dengan menyatakan bahwa temuan internal membuat tuntutan itu menjadi tidak relevan.

“Jadi memang sebenarnya per hari ini ya, tanggal 8, seharusnya memang BEM merilis permintaan maaf. Namun, setelah memperhatikan temuan-temuan yang ada, penelusuran internal yang ada, memang sekiranya apa-apa yang dituntut itu pada akhirnya tidak relevan seperti itu,” ujarnya.

Penjelasan dari Presiden BEM Unsoed

Presiden BEM Unsoed, Hafidz, dalam keterangan yang sama pada (8/7/2025), menyatakan bahwa pihaknya telah berupaya untuk membuka komunikasi dengan pihak penyintas dan melakukan penelusuran internal.

Ia mengklaim bahwa komunikasi telah dilakukan melalui media sosial dan pertemuan langsung dengan pendamping penyintas, disertai dokumen hasil investigasi sebagai bentuk transparansi.

“Kita sudah me-reach out melalui media sosial, melalui platform WhatsApp, untuk kemudian sedikit berdiskusi, sudah bertemu, dan kita juga sudah punya bukti yang bisa kita serahkan kepada, yang menyampaikan aspirasi, yang menyampaikan dugaan terkait pergunjingan itu,” ujar Hafidz.

Bantahan Rekan dan Penyintas atas Investigasi Internal

Menanggapi sikap BEM yang tidak merilis permintaan maaf, Sydney mengkritik investigasi internal yang dilakukan karena tidak melibatkan korban. Ia menyebut bahwa korban telah membantah isi dokumen hasil investigasi yang dijadikan dasar oleh BEM untuk tidak meminta maaf.

“Dari aku pun kurang setuju dengan investigasi internal itu karena tidak melibatkan korban. Pun dari korban sudah membantah hasil investigasi internal itu, ia membantah meminta dibantu oleh Wakil Menteri Pempu, bahkan korban semacam yaa dipaksa atau ditagih yang tidak sesuai dengan consent korban agar pempu memantau kasus korban,” ujar Sydney.

Ia juga menyampaikan bahwa pihak penyintas berencana menempuh jalur hukum dan membuka ruang diskusi lanjutan yang lebih adil dan terbuka.

“Dari aku yaa RDP, selain RDP akan dibawa ke musma, karena korban ingin membawa ini ke jalur hukum. Lalu aku sudah mengajak kawan-kawan BEM, untuk kita ngobrol investigasi dengan benar, tapi memang belum di follow-up secara lebih lanjut,” tambahnya.


Reporter: Carlina Ayu, Kheisya Khoirunissa, Salwa Nurlatifah, Adni Zahratus

Penulis: Adni Zahratus

Editor: Anyalla Felisa


Posting Komentar untuk "Polemik Penanganan Kasus Kekerasan Seksual: Korban Bantah Temuan Internal BEM Unsoed"