Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Polemik Penutupan Jalan untuk Pengajian Welasan Ponpes Assalafiyyah

Cahunsoedcom/Chitra Dewi

Purwokerto, Cahunsoedcom — Penutupan badan jalan di depan Pondok Pesantren Assalafiyyah, Jalan Dr. Soeparno, Karangwangkal kembali menuai pro dan kontra. Setiap kali pengajian welasan digelar, akses jalan utama ditutup penuh sehingga memunculkan pertanyaan soal mekanisme perizinan dan dampaknya bagi warga sekitar.

Tradisi sejak 1970-an

Dzikir welasan merupakan pengajian rutin setiap malam 11 bulan Hijriah. Tradisi ini sudah berlangsung sejak era 1970-an dan kini menjadi agenda tetap pesantren. Menurut Rofiq, salah satu pengurus, kegiatan tersebut tidak lagi membutuhkan perizinan baru.

“Dzikir welasan ini sudah berjalan sejak tahun 70-an. Aparat selalu hadir, jadi otomatis tidak perlu lagi mengajukan izin tiap kali,” ujarnya, Rabu (18/6/2025).

Ia menambahkan, jamaah yang hadir rata-rata 1.500 hingga 2.000 orang. Sementara kapasitas pondok hanya sekitar 500 orang, sehingga kegiatan kerap meluber ke badan jalan.

Dampak bagi mahasiswa dan warga

Penutupan jalan berdampak pada mobilitas mahasiswa dan warga sekitar. Syafi, mahasiswa FISIP Unsoed, mengaku aktivitasnya sering terhambat.

“Kalau ada acara, jalan ditutup penuh. Harus muter lewat gang kecil. Itu cukup menghambat, apalagi saat jam sibuk,” kata Syafi, Kamis (12/6/2025).

Keluhan serupa disampaikan oleh N (inisial), seorang pedagang di sebelah pondok. Ia terpaksa menutup tokonya lebih awal setiap kali pengajian berlangsung.

“Saya kan sudah dari kecil tinggal di sini, otomatis keganggu lah kalau jalan ditutup. Jamaah sering menumpuk di depan toko, bahkan ada yang nggak mau minggir waktu saya minta. Akhirnya daripada ribut, saya tutup lebih awal,” ungkapnya, Kamis (12/6/2025).

Ia menambahkan, sempat ada surat pemberitahuan ketika masa pandemi, namun kini sosialisasi sudah tidak lagi dilakukan.

Kaburnya perizinan penutupan jalan

Urusan perizinan menjadi simpang siur karena keterangan antarinstansi berbeda. Pihak Kelurahan Karangwangkal menyebut pengurus pondok biasanya langsung berkoordinasi dengan Polsek tanpa melalui kelurahan. Baru pada 23 Juni lalu, pengurus datang membawa surat pemberitahuan.

Namun Saguh, staf kelurahan, mengatakan pihaknya tidak pernah menerima tembusan resmi sehingga sering tidak tahu jadwal pasti.

“Intinya kelurahan hanya membuat surat pengantar, sedangkan izin penutupan jalan itu kewenangan Polres Satlantas,” ujarnya.

Sementara itu, Margono, Komisaris Polisi (Kompol) Kapolsek Purwokerto Utara, menegaskan surat izin kegiatan selalu ada. Menurutnya, keputusan penutupan jalan merupakan ranah forum lalu lintas yang melibatkan Dishub, PU, dan Satlantas.

“Kalau tidak ada izin tentu tidak akan kami izinkan. Untuk penutupan jalan pun izinnya sudah dikeluarkan Satlantas atas rekomendasi Dishub dan PU,” jelasnya, Selasa (15/7/2025).

Berbeda dengan itu, Panji, staf Dishub Banyumas, justru menyatakan tidak mengetahui adanya permohonan resmi dari pihak pesantren.

“Kalau perizinan penutupan jalan biasanya langsung ke lalu lintas, bukan ke kami,” ujarnya, Senin (11/8/2025).

Inkonsistensi ini makin mencuat karena Polsek menyebut izin telah terbit atas rekomendasi Dishub dan PU, sementara Dishub mengaku tidak pernah menerima permohonan. Di sisi lain, pengurus pesantren beranggapan izin cukup diajukan sekali sejak 15 tahun lalu.

Harapan penataan ulang

Meski terganggu, warga dan mahasiswa tidak menolak kegiatan keagamaan. Mereka hanya meminta prosedur izin lebih jelas, jalur alternatif disiapkan, dan sosialisasi dilakukan lebih awal.

“Kalau pun harus ditutup, sebaiknya ada jalur alternatif yang jelas dan pemberitahuan resmi. Jangan tiba-tiba ditutup tanpa arahan,” kata Syafi.


Reporter: Aisyah Khansa, Ayu Sudrajat, Carlina Ayu, Diah Ayu, Kheisya Khoirunissa

Penulis: Puspita Ayu Wulandari

Editor: Anyalla Felisa


Posting Komentar untuk "Polemik Penutupan Jalan untuk Pengajian Welasan Ponpes Assalafiyyah"