KARTINI MILLENNIAL
Oleh: Dyah Weru Zaputri
(Kepala Keluarga Rumah Gender)
"Dan
biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah
jalan, saya akan mati dengan rasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan
saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputera
merdeka dan berdiri sendiri. -Kartini-
Ya,
kalimat di atas adalah kalimat terindah yang pernah terucap. Maknanya
begitu dalam, perjuangannya tidak main-main, dan siapa sangka kini hasil
perjuangan Kartini dan pahlawan lainnya membuat kita dapat bernafas dengan
nyaman.
Perempuan
berusia 18 tahun yang terkurung dalam budaya patriarki, mencoba mendobrak budaya
tersebut dengan membaca. Kartini memanjakan rasa ingin tahunya yang amat besar
dengan membaca buku apapun itu dan membaca telah menjadi gerbang bagi Kartini apa
itu kebebasan, apa itu dunia lain di luar tembok rumahnya. Kartini pun
mulai menulis artikel dan menulis surat kepada sahabat-sahabatnya yang ada di Belanda,
yang kemudian dikumpulkan dalam satu buku berjudul "Habis Gelap Terbitlah
Terang".
Membahas
Kartini, membahas bagaimana emansipasi perempuan dulu dan saat ini. Ya memang, kisah hidup Kartini
mungkin tidak mewakili kisah hidup seluruh perempuan Indonesia, dan pahlawan
perempuan Indonesia pun bukan cuma Kartini. Mereka berjuang dengan caranya
masing-masing. Tetapi, setidaknya langkah yang diambil Kartini untuk bisa
mendapatkan pendidikan setara dengan kaum laki-laki sedikit banyak membukakan
jalan untuk perempuan masa kini atau Kartini Millennial. Millennial bukan hanya berbicara
soal penanda era kelahiran atau yang biasa dikenal ‘generasi millennial melainkan sebuah
transformasi gaya hidup. Kartini dulu tentu berbeda dengan era Kartini pada
generasi millennial.
Perkembangan akan teknologi dan arus informasi, telah membuat Kartini
Millennial memiliki banyak akses untuk tetap menyuarakan semangat emansipasi. Tujuannya
jelas agar dapat berwawasan luas serta mampu bergabung di beberapa bidang
seperti pendidikan, politik, ekonomi, maupun sosial-budaya. Kita tahu, untuk jaman
dulu itu tidak mudah didapatkan seorang perempuan yang berwawasan luas, karena
benturan dari budaya patriarki yang sudah mengakar kuat dari nenek moyang kita.
Tetapi
sekarang, apakah emansipasi itu masih nyata? Berjuang untuk emansipasi itu
tidak melulu harus menggunakan alat bersenjata atau bambu runcing. Karena kita
telah berada di jaman yang berbeda, dan kita tidak bisa menyalahkan jaman. Kita
lah yang harus mengikuti perkembangan jaman ini dengan bijak.
Pertanyaannya,
apakah dengan adanya teknologi modern saat ini kita sudah memanfaatkannya
dengan bijak? Saya rasa belum seluruhnya. Mengapa demikian, kita pasti sadar di sekeliling kita sudah
banyak karya dari teknologi-teknologi modern yang digunakan oleh orang-orang.
Seperti media sosial yang saat ini menjadi pujaan hati generasi millennial
khususnya para Kartini Millennial, namun hanya digunakan sebatas untuk
menunjang eksistensi diri. Jauh dari yang diharapkan Kartini kepada Kartini
Millennial agar bisa berjuang untuk emansipasi perempuan. Kartini Millennial harus
bisa berjuang untuk hak-haknya yang selama ini terpenjarakan oleh adanya budaya
patriarki, terlebih ini adalah konstruk, yang dibangun oleh masyarakat bukan
takdir Tuhan. Bahkan lebih jauh Kartini Millennial dapat berjuang berdampingan
dengan kaum laki-laki dalam bidang pendidikan, politik, sosial-budaya, ekonomi
dan berjuang melawan kapitalisme, yang relevan dengan kondisi saat ini.
Teknologi-teknologi modern yang kini hadir bisa memperkuat dan menjadi alat
untuk melawan kapitalisme, kekerasan, pelecehan, ketidakadilan, ketertindasan,
serta generalisasi berlebihan terhadap moral perempuan.
Sia-sia
bagi Kartini bila melihat Kartini Millennial saat ini tidak memanfaatkan dengan
bijak apa yang dulu
sudah diperjuangkan. Semangat memperjuangkan kebebasannya, harapannya, cita-citanya,
dan cintanya harus diteruskan oleh Kartini Millennial. Bukan lagi dengan bambu
runcing, melainkan dengan luasnya wawasan dan pemanfaatan teknologi yang bijak.
Kartini
Millennial, perjuangkan lah hak-haknya, lawan lah apa yang disebut
ketidakadilan, berada lah di tengah masyarakat yang
ditindas untuk melawan ketertindasannya, perempuan tidak lagi bisa hanya diam,
kita harus berperan, sama-sama berjuang dengan laki-laki demi kemanusiaan.
Jaman boleh berganti, tapi semangat juang Kartini dan para pahlawan lainnya
harus diteruskan.
Jika
kita tidak bisa meniru perjuangan para leluhur, ciptakanlah karya, perluas
wawasan, dan berjuanglah dengan cara kita masing-masing. Jadilah
berdaya dan bersinar!
Posting Komentar untuk "KARTINI MILLENNIAL"